SuaraJabar.id - Warga terdampak penggusuran Tamansari RW 11, Kota Bandung, Eva Eryani, datangi kantor Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat di Jalan Kebonwaru Utara, Senin (12/9/2022). Ia mempertanyakan perkembangan laporannya terkait penggusuran paksa pada 12 Desember 2019 lalu.
Diketahui, Eva melaporkan dugaan maladministrasi oleh Wali Kota Bandung dan Satpol PP Kota Bandung saat proses eksekusi. Dalam laporannya, eksekusi tersebut menyimpang dari Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagaimana diatur lewat Lampiran Peraturan Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2011 tentang SOP Satpol PP.
"Kita pertanyakan kembali," kata Eva.
Kedatangan Eva bertepatan dengan pertemuan yang digelar Ombudsman Jabar dengan Satpol-PP dan Bagian Hukum Setda Kota Bandung. Ia ingin turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga: Warga Korban Penggusuran Tamansari Bandung Alami Trauma Berat
"Ternyata tidak bisa masuk. Jadi, ya, sudah kita kawal dari luar untuk memperlihatkan ini masih ada satu warga yang melawan," tuturnya.
Ia akhirnya baru bisa bertemu dengan Kepala Ombudsman Jawa Barat setelah acara selesai.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana mengatakan, pertemuan antara Ombudsman, Satpol-PP Kota Bandung dan Bagian Hukum Setda Kota Bandung memang tidak bisa dihadiri oleh pihak lain. Itu diklaim sudah sesuai aturan internal.
Dan juga mengaku, tidak bisa menyampaikan substansi hasil pertemuan tersebut. Alasannya, pemeriksaan laporan kabarnya masih dalam proses. Kesimpulan baru bisa disampaikan kepada publik jika semua proses pemeriksaan sudah rampung dijalani.
Proses laporan ini diketahui sudah berjalan sekitar dua tahun sejal laporan diterima Ombudsman. Masa pemeriksaan diakui memang lama karena kasus Tamansari masuk dalam kriteria berat, sehingga pemeriksaan harus komprehensif dan hati-hati.
Baca Juga: Disoal karena Ngungsi ke Masjid, Korban Penggusuran Tamansari Skakmat MUI
"Karena berat, kami mengutamakan kehati-hatian, kami harus memeriksa," jelasnya.
Dihadapan Eva, Dan menyampaikan keprihatinannya. Namun, ia menegaskan bahwa Ombudsman tetap harus objektif dan independen.
"Kami menelusuri keterangan dari dua belah pihak, apakah terlapor dalam proses penggusuran itu mempunyai dasar hukum, juga apakah dugaan pelapor disertai bukti dan dasar yang kuat," jelasnya.
Adapun, 10 aduan yang disampaikan dalam laporan Eva antara lain adalah terkait pihak Satpol PP yang disebut tidak memperlihatkan surat perintah tugas, tanpa imbauan dan arahan, tanpa teguran pertama, kedua dan ketiga, tidak mendengarkan keluhan masyarakat, memotong pembicaraan orang.
Selain itu, tidak menanggapi warga dan langsung menyalahkan warga, tidak memperkenalkan dan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan, tidak menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dituduhkan Satpol PP kepada warga, tidak melakukan pembinaan, dan tidak memberitahukan kepada warga adanya penertiban tersebut.
Sebagai pengingat, penggusuran di Tamansari terjadi dengan dalih penataan kota. Pemerintah Kota Bandung kini tengah membangun rumah deret di atas lahan bekas gusuran tersebut. Prosesnya masih berlangsung hingga kini.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung sempat mencatat, sedikitnya ada 197 Kepala Keluarga yang terdampak. Jika rumah deret rampung dibangun, warga rencananya akan ditempatkan di sana tapi sebagai penyewa.
Penggusuran paksa pada 2019 juga diketahui berlangsung ricuh. Terjadi kekerasan aparat terhadap warga. Selain korban luka, warga mun dilaporkan mengalami trauma.
Dalam hemat Eva, pembangunan kota seharusnya melibatkan partisipasi warga. Namun, hal demikian dianggap tidak terjadi dalam proses rumah deret. Warga yang sudah hidup di kampung kota selama puluhan tahun menjadi korban.
Hingga kini, Eva menjadi warga yang memilih untuk bertahan. Meski rumahnya sepat hancur, ia kembali membangunnya dan memilih untuk tetap di Tamansari.
"Perjuangan ini sudah bertahun-tahun. Berapa liter lagi keringat yang harus diperas? Energi mungkin habis, tapi saya belum mau lebur," kata Eva.
"Warga harus terlibat dalam pembangunan kota, diberi ruang partisipasi yang baik. Jika pembangunan itu untuk warga, untuk memuliakan warga, maka harus dilakukan pula dengan cara-cara yang mulia pula. Penggusuran bukan cara yang mulia, itu cara-cara mafia," jelasnya.
Kontributor : M Dikdik RA
Berita Terkait
-
Warung Bang Gino, Jawaranya Seblak di Kota Jambi
-
Ujaran Kebencian Selama Pilkada Serentak Lebih Banyak Dibandingkan Saat Pilpres, Ada Faktor Kesengajaan?
-
Mantap! Intuisi Kakang Rudianto Dipuji Bojan Hodak usai Persib Raih 3 Poin
-
Bojan Hodak Sebut Persib Bandung Terbebani 'Juara Bertahan', Ini Alasannya
-
Gilang Dirga Jadi Cawabup Tapi Belum Lulus Kuliah, Pandji Pragiwaksono Beri Sentilan Menohok
Tag
Terpopuler
- Raffi Ahmad Ungkap Tragedi yang Dialami Ariel NOAH, Warganet: Masih dalam Lindungan Allah
- Seharga Raize tapi Mesin Sekelas Innova: Yuk Simak Pesona Toyota Frontlander
- Eliano Reijnders Ungkap Rencana Masa Depannya, Berniat Susul Tijjani Reijnders
- Bayern Munchen Pampang Foto Nathan Tjoe-A-On, Pindah ke Bundesliga Jerman?
- Crazy Rich Kalimantan, Begini Mewah dan Mahalnya Kado Istri Haji Isam untuk Ulang Tahun Azura
Pilihan
-
MR.DIY Mau Melantai Bursa di BEI, Ini Harga Saham dan Jadwal IPO
-
Diskusi OIKN dan BPK RI: Pembangunan IKN Harus Berlanjut dengan Tata Kelola yang Baik
-
1.266 Personel Diterjunkan, Polres Bontang Pastikan Keamanan di 277 TPS
-
Masa Tenang, Tim Gabungan Samarinda Fokus Bersihkan Alat Peraga Kampanye
-
Masa Tenang Pilkada, Bawaslu Balikpapan: Bukan Masa yang Tenang
Terkini
-
Rooms Inc d'Botanica Bandung Ikut Semarakkan Program Akhir Tahun Artotel Wanderlust Bertajuk "Serenata Akhir Tahun"
-
Miris! Pelajar SMA Cianjur Jadi Kurir Narkoba Internasional, Raup Untung Puluhan Juta
-
Lari Sambil Donasi, OPPO Run 2024 Kumpulkan Dana untuk Pemberdayaan Disabilitas
-
Sikap Politik PWNU di Pilkada Jabar: Gubernur Terpilih Wajib Kuatkan Persatuan Umat
-
Dapat Bonus Logam Mulia 1 Gram, Yuk Ikuti KPR BRI Property Expo 2024