Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Kamis, 22 September 2022 | 06:00 WIB
Petani tomat di Pangalengan menyortir hasil panen untuk didistribusikan, Selasa (20/9/2022). (Suara.com/M Dikdik RA)

SuaraJabar.id - Petani sayur di Kabupaten Bandung keluhkan lonjakan harga pupuk yang kian melangit menyusul kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Salah seorang petani tomat di Pangalengan, Risa Permana (38), mengatakan persoalan itu menyebabkan dirinya harus memutar otak untuk mencari cara mengatasi persoalan tersebut.

"Kenaikan BBM sangat sangat berpengaruh ke petani. Selama ini kan memang pendapatan tidak menentu. Sekarang malah ditambah lagi permasalahan seperti ini, biaya melonjak harga anjlok," ungkapnya ditemui Suara.com, Selasa (20/9/2022) lalu.

Harga pupuk kandang misalnya, menurut penuturan Risa, kini telah mencapai harga Rp 12.000 per kilogram dari semula Rp 8.000 per kilogram. Sementara harga pupuk kimia non subsidi kini tembus Rp 900 ribu hingga Rp 1 juta rupiah per 50 kilogram.

Baca Juga: Out of The Box! Soroti Demo Kenaikan Harga BBM, Petani Sentil PKS dan Mahasiswa: Turunkan Harga Pupuk

"Ga bakal mampu petani dengan harga segitu, sekarang kalau kita tidak pakai pupuk kan hasil panennya yang buruk," ujarnya.

"Intinya mah semua kebutuhan petani sekarang pada naik. Pupuk, operasional kendaraan, bahkan sampai fungisida juga naik," imbuhnya.

Ditengah kenaikan biaya produksi, para petani juga harus dihadapkan dengan anjloknya harga di pasaran. Risa menyebut saat ini tomat hasil panennya dibanderol Rp 3.000 per kilogram.

"Ya kalau mau bagus mah sebenarnya Rp 5.000 per kilogram. Itu paling tidak, sudah ada untung lah ke petani," katanya.

Oleh karenanya, Risa berharap pemerintah segera gerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia mengaku tak apa jika harga BBM naik, namun harus dikuti dengan harga jual yang stabil.

Baca Juga: Petani Bandung Barat: Harga Pupuk Meroket Ditambah BBM Naik Bisa-bisa Petani Mogok Menanam

"Artinya harga jual bagus, jadi nggak papa BBM naik yang penting bisa seimbang pendapatan dengan biaya produksi," ucap Risa.

Sebelumnya, pada Minggu (18/9) lalu, keluhan yang sama juga datang dari petani sayur di wilayah Rancabali melalui unggahan video yang beredar luas di media sosial.

Bahkan, dalam video itu memperlihatkan beberapa petani memilih untuk merusak tanaman sayuran mereka yang siap panen. Hal itu bentuk kekecewaan anjloknya harga jual sayur di pasaran.

Kontributor : M Dikdik RA

Load More