Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Senin, 31 Oktober 2022 | 08:10 WIB
Aksi yang dilakukan Warga Jaringan Tanpa Asap Batu Bara (Jatayu) Indramayu, di lahan milik salah satu warga di sekitar area PLTU 1 Indramayu (Suara.com / Danan Arya).

"Kalau berbicara kembali ke kelapa itu sampai sekarang tahun 2022, itu sudah empat kecamatan yang sudah punah," tambah Rodi.

Hingga 2022 kata Rodi, sulit sekali mengkonsumsi buah kelapa yang tumbuh di empat kecamatan di kabupaten Indramayu yaitu Kecamatan Patrol, kecamatan Sukra, Kecamatan Anjatan,Kecamatan Bongas.

Tak hanya pohon kelapa, dampak dari semburan asap batu bara juga mengakibatkan tanaman lain mengalami dampaknya.

Pisang kata Rodi di tahun ini mulai terkena dampaknya. Pisang menurut Rodi akan segera menemui ajalnya seperti pohon kelapa.

Baca Juga: Kolaborasi Berikan Bantuan Kepada UMKM Eks Pekerja Konstruksi PLTU Batang

Rodi menceritakan bahwa banyak pohon pisang yang layu, daun pisang yang entah mengapa tiba-tiba menguning bahkan yang mengejutkan adalah buahnya sangat keras tak seperti pisang pada umumnya.

"Sejak 2022 sekarang ini, dampaknya mulai merembet ke tanaman pisang. Pisang akan seperti pohon kelapa kematiannya akan bertahap," jelas Rodi.

Warga pun coba putar otak. Demi bisa buah pisang bisa dijual atau dikonsumsi, warga menaruhnya di tumpukan beras dan membiarkan beberapa hari agar matang. Namun sia-sia.

"Begitu kita perem itupun engga bisa mateng karena memang sudah keras," Pisang yang kaya serat dan vitamin tak bisa lagi dimakan. "ya keras gak bisa di makan,"

Tanah Tak Lagi Subur, Petani Menjerit

Baca Juga: Menko Airlangga Klaim Indonesia Berhenti Gunakan PLTU Batu Bara Pada 2027

Bagi masyarakat di empat kecamatan yang berlokasi di dekat PLTU 1 Indramayu, tolak ukur pertama mata pencarian mereka ialah persawahan. Tapi sekarang itu tidak lagi.

Para pemilik lahan saat ini dibuang bingung pasca beton PLTU 1 Indramyu berdiri. Mereka bingung karena lahan yang mereka punya disewa dengan harga sangat murah oleh buruh tani.

Hal ini tentu saja diakibatkan tanah yang tak lagi subur membuat buruh tani tak berani menyewa lahan dengan harga mahal.

Sebelum adanya PLTU 1 Indramayu, pemilik tanah di Kecamatan Anjatan menyewakan lahannya dengan harga Rp 25 juta untuk dua kali musim tanam, artinya para buruh tani dapat memanfaatkan lahan yang telah disewa selama satu tahun lebih.

Dulu, dengan rasa semangat buruh tani berebut untuk bisa menyewa lahan tani. Di sana, hitungannya petani bisa menyewa satu bouw atau sekitar 7000 meter persegi.

Bagi buruh tani, menyewa lahan seluas itu tidak merugi karena satu kali panen mereka bisa memperoleh lima sampai enam ton gabah basah.

Load More