Andi Ahmad S
Senin, 04 Agustus 2025 | 14:37 WIB
Mengenang Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto gugur dalam kecelakaan pesawat latih di Ciampea, Kabupaten Bogor, Minggu (3/8/2025). (Ist)

SuaraJabar.id - Langit Indonesia berduka. Kepergian Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto dalam insiden jatuhnya pesawat Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 di Ciampea, Bogor, pada Minggu (3/8/2025), meninggalkan luka mendalam bagi korps TNI Angkatan Udara dan bangsa.

Namun, di balik tragedi tersebut, tersimpan kisah pengabdian luar biasa dari seorang perwira tinggi yang dikenal dengan call sign "Red Wolf". Ia bukan sekadar korban, melainkan seorang pahlawan, mentor, dan penerbang tempur legendaris yang rekam jejaknya mengukir sejarah di TNI AU.

Profil Sang "Red Wolf", Dari Skadron Tempur Hingga Pucuk Pimpinan

Karier Marsma TNI Fajar Adriyanto adalah cerminan dari dedikasi dan keunggulan. Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana, menegaskan bahwa almarhum adalah salah satu kader terbaik yang pernah dimiliki TNI AU.

"Marsma TNI Fajar Adriyanto merupakan lulusan AAU 1992 dan penerbang tempur F-16 dengan call sign “Red Wolf”. Dalam kariernya," jelas Kadispenau.

Call sign "Red Wolf" bukan sekadar nama panggilan, melainkan identitas yang ditempa melalui ribuan jam terbang, manuver ekstrem, dan kesiapan tempur di kokpit F-16 Fighting Falcon.

Perjalanan kariernya membentang di berbagai pos strategis, antara lain:

  • Komandan Skadron Udara 3
  • Danlanud Manuhua
  • Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau)
  • Kepala Pusat Potensi Dirgantara (Kapuspotdirga)
  • Aspotdirga Kaskoopsudnas
  • Terakhir menjabat sebagai Kapoksahli Kodiklatau

Momen Heroik di Langit Bawean 2003

Salah satu catatan emas dalam karier "Red Wolf" adalah keterlibatannya dalam peristiwa bersejarah di atas perairan Bawean pada tahun 2003.

Baca Juga: Cuma Gara-gara Tegur Buang Sampah, Pria di Bogor Dikeroyok Pengamen

Saat itu, Fajar Adriyanto yang masih berpangkat Mayor, bersama pilot F-16 lainnya, melakukan misi intersepsi (pencegatan) terhadap lima pesawat tempur F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) yang terbang tanpa izin di wilayah udara Indonesia.

"Ia dikenal sebagai sosok berdedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003," ungkap Kadispenau.

Insiden tersebut menjadi bukti keberanian dan profesionalisme penerbang TNI AU dalam menjaga setiap jengkal kedaulatan udara nasional. Aksi Fajar dan rekan-rekannya saat itu berhasil memaksa jet-jet tempur AS keluar dari wilayah Indonesia tanpa terjadi konfrontasi bersenjata.

Penerbangan Latih yang Berakhir Tragedi

Ironisnya, sang elang penjaga langit gugur bukan dalam pertempuran udara, melainkan saat menjalankan misi pembinaan. Kecelakaan terjadi saat Marsma Fajar menjalankan latihan profisiensi bersama Federasi Aero Sport Indonesia (FASI).

Pesawat Quicksilver GT500 (PK-S126) lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pada pukul 09.08 WIB. "Sekitar pukul 09.19 WIB, pesawat mengalami hilang kontak dan ditemukan jatuh di sekitar TPU Astana.
Kedua awak langsung dievakuasi ke RSAU dr. M. Hassan Toto, namun Marsma TNI Fajar dinyatakan meninggal setibanya di rumah sakit," kata Kadispenau.

Pihak TNI AU telah memastikan penerbangan tersebut resmi dan pesawat dinyatakan laik terbang.

"Penerbangan telah dilengkapi Surat Izin Terbang (SIT) nomor SIT/1484/VIII/2025 yang diterbitkan Lanud Atang Sendjaja. Pesawat dinyatakan laik terbang dan merupakan sortie kedua pada hari itu," jelasnya.

Kini, lokasi kejadian telah diamankan untuk proses investigasi lebih lanjut. TNI AU menyampaikan duka cita mendalam atas kepergian putra terbaiknya.

"TNI AU menyampaikan duka cita yang mendalam atas peristiwa ini. Semangat, keteladanan, dan pengabdian beliau akan senantiasa menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam menjaga langit Indonesia," lanjut pernyataan resmi tersebut.

Selamat jalan, "Red Wolf". Pengabdianmu akan selalu terpatri dalam sejarah pertahanan Indonesia.

Kontributor : Egi Abdul Mugni

Load More