Andi Ahmad S
Senin, 15 September 2025 | 18:32 WIB
Ilustrasi KPK (kpk.go.id)
Baca 10 detik
  • Perkembangan Kasus yang Berkelanjutan
  • Modus Korupsi yang Terstruktur dan Sistematis
  • Perluasan Lingkup Penyidikan KPK
[batas-kesimpulan]

SuaraJabar.id - Sebuah operasi senyap pada April 2023 kini telah bermutasi menjadi salah satu skandal korupsi paling bercabang di sektor infrastruktur Indonesia.

Kasus suap proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tak berhenti pada pejabat teknis; ia terus menjalar, menyeret korporasi, dan kini sinyalnya mengarah kuat ke lingkaran politik.

Bagaimana sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) bisa berkembang menjadi bola salju raksasa yang mengungkap jejaring korupsi sistematis? Mari kita urai benang kusutnya.

Semua bermula pada 11 April 2023. Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat melakukan OTT terhadap para pejabat di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah, yang sekarang dikenal sebagai BTP Kelas I Semarang.

Saat itu, publik mungkin mengira ini hanyalah kasus suap biasa di tingkat pelaksana proyek. Namun, OTT tersebut ternyata hanyalah puncak dari gunung es.

KPK langsung menetapkan 10 orang sebagai tersangka, sebuah langkah awal yang membuka kotak pandora korupsi megaproyek perkeretaapian nasional.

Penetapan 10 tersangka awal ternyata bukan akhir, melainkan awal dari pengembangan kasus yang masif. Para penyidik KPK terus menelusuri aliran dana dan bukti-bukti baru, membuat daftar tersangka semakin panjang.

November 2024 Jumlah tersangka membengkak menjadi 14 orang. Tak hanya individu, KPK juga menjerat dua korporasi sebagai tersangka, menandakan bahwa korupsi ini dilakukan secara terorganisir oleh perusahaan.

Agustus 2025 KPK kembali menetapkan tersangka ke-15, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenhub bernama Risna Sutriyanto (RS).

Baca Juga: Babak Baru Korupsi Rel Kereta Api: KPK Bidik Lingkaran Politik, Wasekjen PDIP Dipanggil Jadi Saksi

Penambahan tersangka secara berkala ini menunjukkan betapa dalam dan luasnya praktik lancung yang terjadi. Kasus ini tidak lagi soal satu-dua orang oknum, tetapi sebuah sistem yang telah digerogoti korupsi.

Apa sebenarnya yang terjadi? Dari hasil penyidikan KPK, terungkap sebuah modus operandi yang rapi pengaturan pemenang tender.

Pihak-pihak tertentu diduga telah mengunci proyek sejak proses administrasi awal hingga penentuan pemenang lelang.

Tujuannya jelas, memastikan perusahaan kroni mereka yang mendapatkan kontrak pekerjaan.

Praktik kotor ini terjadi di sejumlah proyek strategis yang tersebar di berbagai pulau, di antaranya:

  • Proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso.
  • Proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan.
  • Empat proyek konstruksi dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat.
  • Proyek perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.

Proyek-proyek yang seharusnya memperlancar konektivitas dan mendorong ekonomi daerah, justru menjadi ladang bancakan para koruptor.

Setelah lebih dari setahun bergulir, penyidikan kini memasuki babak baru yang krusial. KPK mulai memanggil saksi dari lingkungan partai politik.

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kesekretariatan DPP PDI Perjuangan, Yoseph Aryo Adhi Dharmo (YAD), dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi.

"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama YAD, Wasekjen Bidang Kesekretariatan DPP PDIP," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, seperti dilansir dari Antara.

Pemanggilan ini menjadi sinyal kuat bahwa KPK tidak akan berhenti di level birokrat dan pengusaha.

Penyidik diduga kuat sedang menelusuri potensi aliran dana dan pengaruh politik dalam penguncian proyek-proyek DJKA.

Bersama Yoseph, KPK juga memeriksa dua pejabat penting Kemenhub, Linawati (LI) dan Zulfikar Tantowi (ZT), untuk mengonfirmasi dan menyilangkan keterangan. Benang kusut korupsi ini tampaknya mulai mengarah ke hulu.

Load More