-
Proyek Whoosh bermasalah karena gaya kepemimpinan mantan Presiden Jokowi yang mengutamakan kecepatan, mengabaikan perencanaan matang, kajian teknis, dan tata kelola yang disiplin.
-
Pendekatan cepat pada Whoosh mengakibatkan keterlambatan empat tahun, pembengkakan biaya hampir Rp20 triliun, dan indikasi kerugian besar akibat pengabaian saran teknokratik.
-
Pemerintah baru didesak mereformasi tata kelola BUMN secara menyeluruh. Kasus Whoosh harus jadi momentum untuk membersihkan BUMN dari beban proyek berorientasi target politik.
SuaraJabar.id - Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang menelan anggaran triliunan rupiah kini menjadi sorotan tajam, bukan hanya karena masalah teknis dan keuangan, tetapi juga karena diduga berakar pada karakter kepemimpinan di masa lalu.
Anggota Dewan Pakar Gerakan Rakyat, Nandang Sutisna, menilai masalah yang menimpa proyek Whoosh bukan semata disebabkan oleh faktor teknis atau keuangan, melainkan berakar pada gaya kepemimpinan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan prinsip kecepatan dan kemudahan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Nandang, pendekatan seperti itu mungkin efektif untuk proyek kecil atau jangka pendek. Namun, hal ini berisiko besar bila diterapkan pada proyek strategis berskala besar dan kompleks.
“Proyek sebesar ini membutuhkan perencanaan matang, kehati-hatian dalam kajian teknis dan finansial, serta tata kelola yang disiplin. Pendekatan yang terlalu cepat dan mudah justru menggampangkan proses dan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kebijakan publik,” ujar Nandang dalam keterangan tertulis, Jumat (1/11/2025).
Nandang menilai, gaya kebijakan yang terburu-buru tersebut kemungkinan didorong oleh keinginan Presiden Jokowi agar seluruh proyek strategis dan mercusuar dapat diselesaikan selama masa pemerintahannya.
“Ada indikasi kuat bahwa Presiden ingin meninggalkan warisan atau legacy besar sebelum masa jabatannya berakhir. Karena itu, banyak proyek strategis dikebut tanpa perencanaan dan pengawasan yang memadai,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pola kepemimpinan yang menonjolkan kecepatan menyebabkan proses perencanaan dan pengawasan kehilangan kualitas.
Banyak keputusan besar diambil secara top-down dengan ruang terbatas bagi kementerian teknis untuk memberikan masukan berbasis kajian.
Nandang mencontohkan, proyek Whoosh tetap dilanjutkan meski dua menteri teknis kala itu, Ignasius Jonan dan Andrinof Chaniago, telah menyampaikan bahwa proyek tersebut tidak layak secara finansial.
Pandangan dari pakar kebijakan publik Agus Pambagyo yang menilai proyek ini penuh risiko juga tidak diindahkan.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Anggaran 2025, Wakil Wali Kota Bandung Dicegah ke Luar Negeri?
“Keputusan yang diambil berdasarkan keyakinan pribadi tanpa memperhatikan masukan teknokratik menjadi titik lemah dalam tata kelola proyek besar seperti Whoosh,” kata Nandang.
Menurut Nandang, akibat proses yang tergesa-gesa, proyek Whoosh dijalankan tanpa studi kelayakan yang memadai dan menghadapi banyak kendala di lapangan.
Masalah muncul mulai dari pembebasan lahan yang berlarut-larut, revisi desain konstruksi, hingga perubahan rute dan penyesuaian biaya yang besar.
Kondisi ini berujung pada keterlambatan proyek hingga empat tahun atau sekitar 133 persen dari jadwal awal, serta pembengkakan biaya dari sekitar 6,05 miliar dolar AS menjadi 7,2 miliar dolar AS, setara hampir Rp20 triliun.
“Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa proyek ini sejak awal sudah diproyeksikan merugi dan dengan penambahan cost overrun yang mencapai sekitar 20%, kerugian Whoosh menjadi jauh lebih besar,” ujar Nandang.
Lebih lanjut, ia menilai persoalan seperti yang dialami PT KAI dalam proyek Whoosh bukanlah kasus tunggal. Menurutnya, banyak BUMN lain juga menghadapi beban serupa akibat kebijakan proyek yang berorientasi pada pencitraan dan target politik.
Berita Terkait
-
Dugaan Korupsi Anggaran 2025, Wakil Wali Kota Bandung Dicegah ke Luar Negeri?
-
Kasus Korupsi Anggaran 2025, Kejaksaan Sita Ponsel-Laptop Usai Periksa Wakil Wali Kota Bandung
-
Jalur Utama Bandung-Cianjur Lumpuh Total! Pohon Tumbang Blokir Akses, Antrean Kendaraan Mengular
-
Pemkot Bandung Larang Kunjungan ke Bandung Zoo! Ini Alasannya
-
Gerakan Rakyat Desak Jokowi Tanggung Jawab Soal Whoosh: Beban Keuangan Merusak Upaya Ekonomi Prabowo
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Saham BBRI Terus Meningkat, Sukses Tembus Rp100 Triliun Dalam Empat Tahun Pertama
-
Dedi Mulyadi Resmi 'Haramkan' Izin Perumahan di Seluruh Jabar, Ada Apa?
-
Wajah Baru Situs Gunung Padang: Bebatuan Rebah Ditegakkan Kembali
-
Geser Dikit dari Bandung! 5 Rekomendasi Wisata Cimahi yang Estetik dan Ramah Kantong
-
PLN Pilih Cirebon Jadi Titik Strategis Siaga SPKLU Nataru