KPAI Ingin Kasus Guru Pukul Siswa di SMA 12 Bekasi Dibawa ke Jalur Hukum

Retno menegaskan, KPAI berkeinginan agar kasus Idiyantop diproses secara hukum. Sebab, dalam kasus ini yang terlibat adalah antara guru dengan murid.

Chandra Iswinarno
Jum'at, 14 Februari 2020 | 18:27 WIB
KPAI Ingin Kasus Guru Pukul Siswa di SMA 12 Bekasi Dibawa ke Jalur Hukum
Komisioner KPAI Retno Listyarti bersama Sekda Kota Malang Wasto usai pertemuan di Balai Kota Malang, Kamis (13/2/2020). [Suara.com/Aziz Ramadani]

SuaraJabar.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mempersilahkan pihak kepolisian untuk mengusut kasus pemukulan terhadap siswa oleh oknum guru bernama Idiyanto terhadap lima siswa di SMA Negeri 12 Kota Bekasi. KPAI juga menyarankan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat agar tidak menempatkan kembali Idiyanto di SMA Negeri 12 Kota Bekasi.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan masukan tersebut berdasarkan pandangan dan masukan informasi faktual yang terjadi di SMA Negeri 12 Kota Bekasi. Selain itu, ia juga menyarankan Pemprov Jabar berkani sanksi administrasi terhadap Idiyanto.

"Karena ini bukan kali pertama kan, walau tidak sering, tapi yang bersangkutan (Idiyanto) bukan yang pertama melakukan misalnya, pendisplinan dengan kekerasan kepada anak," kata Retno di SMA Negeri 12 Kota Bekasi, Jumat (14/2/2020).

Retno menegaskan, KPAI berkeinginan agar kasus Idiyantop diproses secara hukum. Sebab, dalam kasus ini yang terlibat adalah antara guru dengan murid. Menurutnya, jika kasus yang terlibat antar siswa masih bisa di musyawarahkan.

Baca Juga:Ombudsman Desak Disdik Jabar Tindak Tegas Kasus Pemukulan di SMA 12 Bekasi

"Kalau kami mau ini diproses saja hukum, jangan damai dong karena kalau damai itukan jika anak terlibat dengan anak, tentu bisa memang diminta diversi PPA. Nah tapi diversi jugakan tergantung korbannya bersedia apa enggak, kalau mediasi ya silahkan tapi jika ada unsur tindak pidanakan polisi bisa tanpa delik diadukan," tegas dia.

Ia mengatakan proses hukum dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap Idiyanto yang kerap temperamental terhadap anak-anak dengan melakukan kekerasan. Menurutnya, pelaporan kekerasan yang terjadi di SMA Negeri 12 Kota Bekasi tidak wajib bagi keluarga korban melainkan lembaga.

"Enggak ada yang lapor, belum tapi dalam beberapa kasus misalnya kasus yang di Malang yang melaporkan kan bukan korban, bukan keluarga korban, tapi dokter menangkap ini bukan bercandaan, ini penganiayaan kata dokter lalu rumah sakit melapor ke P2TP2A Malang, lalu melapor polisi kan bisa kan, enggak harus orangtua korban yang lapor bisa orang lain kalau KPAD misalnya kemudian mendorong P2TP2A Kota Bekasi melapor kan bisa juga," jelas Retno.

Selain itu, KPAI bakal melakukan assessment kepada 172 siswa yang ada di SMA Negeri 12 Kota Bekasi. Dalam proses assessment tersebut, KPAI akan menggandeng psikolog untuk memulihkan trauma kekerasan di muka umum yang dilakukan oleh Idiyanto.

"Jadi ada 172 siswa yang melihat peristiwa pemukulan, akan kita assessment. Nanti siapa yang butuh psikologi berkelanjutan dan siapa yang tidak perlu, itu penting ya agar anak-anak ini bisa melupakan peristiwa itu dan kelas XII dapat menjalani ujian nanti dengan baik, itu yang kita inginkan," katanya.

Baca Juga:Kadisdik Bekasi: Guru Idiyanto Suka Bilang Khilaf Sehabis Pukuli Murid

Ia mengimbau kepada seluruh guru di Indonesia untuk menebar cinta dan kasih sayang dalam mutu pendidikan. Pembelajaran disiplin era dulu dengan sekarang menurutnya berbeda. Ia tidak memungkiri, jika zaman dulu tidak sedikit guru yang melakukan kekerasan.

"Dulu enggak ada undang-undang perlindungan anak, sekarang ada. Dulu juga saya dibesarkan dengan situasi seperti itu, tapi saya enggak bisa bilang 'eh dulu ibu guru juga sama dipukul digituin kalau salah' kan enggak bisa begitu, ngapain dendamnya sama anak-anak, toh pelaku guru kita," katanya.

Retno mengemukakan, masyarakat zaman dulu menerima perlakuan kekerasan lantaran tidak adanya undang-undang yang melindungi. Namun, seiring berjalannya waktu ada penelitian yang menyebut adanya kekerasan terhadap anak itu berbahaya, sehingga kekerasan terhadap anak mulai tidak ada.

"Nah pada saat itu ada konvensi hak anak, makanya keluar undang-undang perlindungan anak. Makanya atas dasar itu kekerasan bisa dihukum, kan dasarnya hukum jadi artinya biar aja dengan perasaan itu orang," sambung Retno.

Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini