Buruh Tetap Turun ke Jalan Tolak Omnibus Law Ciptaker Meski Dilarang

Ini adalah perjuangan terakhir. Setelah ini disahkan, kita sudah tidak ada artinya lagi. Maka, perjuangan kita ini penting Sebelum disahkan, kata Roy Jinto.

Ari Syahril Ramadhan
Senin, 05 Oktober 2020 | 11:15 WIB
Buruh Tetap Turun ke Jalan Tolak Omnibus Law Ciptaker Meski Dilarang
Demo buruh tolak omnibus law (Kolase foto/Suara.com)

SuaraJabar.id - Sebanyak 600 ribu buruh dan pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar akan menggelar aksi dan mogok kerja nasional untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja pada 6-8 Oktober 2020.

Ketua DPD KSPSI Prov Jawa Barat, Roy Jinto mengungkapkan pihaknya mengaku kecewa kepada pemerintah dan DPR karena telah menyepakati hasil rapat RUU Omnibus Law Ciptaker. Ia mengungkapkan buruh dan pekerja di Jabar akan sama-sama turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan.

“Jadi rencana mogok nasional namanya saja mogok nasional, tapi pelaksanaannya adalah unjuk rasa secara nasional serentak di Kabupaten kota, Jabar pasti melakukan itu,” ungkapnya ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu (4/10/2020).

“Kami baru selesai rapat dengan dengan SPSI se-Jabar bahwa prinsipnya pertama, bahwa melihat perkembangan terakhir tadi malam, kami menyatakan kecewa kepada DPR dan pemerintah. Karena telah menyepakati hasil rapat tingkat 1, yang akan dteruskan pada rapat tingkat 2 yaitu paripurna,” tambahnya.

Baca Juga:Diam-diam, Pemerintah Selipkan Omnibus Law Perpajakan ke RUU Ciptaker

Berdasarkan hasil rapat, Roy mengatakan beberapa hal yang menjadi kekecewaan pekerja dan buruh diantaranya beberapa peraturan di RUU Ombinus Law Ciptaker akan melanggengkan upah murah. Status tenaga kerja kontrak, PHK yang dipermudah, adanya pesangon yang dikurangi, serta jaminan sosial buruh yang dipastikan akan hilang.

Selain itu, hal lain yang mebuat buruh kecewa, adalah bahwa ternyata hasil kesepakatan Panja dimana pesangon 23 dari pengusaha dan 9 dari JKP pemerintah, jadi turun. Pengusaha 19, pemerintah 6. Itu mencerminkan bahwa ternyata hasil yang sudah disepakati saja bisa dirubah-rubah.

“Oleh karena itu semua, maka jelas serikat Pekerja buruh baik nasional atau Provinsi Jabar sepakat bahwa mogok nasional kan dilaksananakan serentak di seluruh wilayah di Jabar,” katanya.

Terkait titik aksi, akan dilangsungkan di lingkungan perusahaan, kawasan indutsri, kemudian kantor pemerintah Walikota/kabupaten dan DPRD, serta kantor dinas ketenagakerjaan di Kabupaten dan kota masing-masing.

Roy menyebutkan tuntutan para buruh dan pekerja jelas yakni membatalkan Omnibus Law. Ia mengatakan sekitar 600 ribu anggota KSPSI akan turun untuk menggelar aksi.

Baca Juga:15 Poin Substansi RUU Omnibus Law Telah Disepakati

“Batalkan omnibus law, minimal, keluarkan klaster ketenagakerjaan. Anggota kspsi jabar berkisar 670 ribu, artinya intruksinya seluruh Pengurus dan Anggota. Maka untuk kspsi saja paling tidak 600 ribu akan keluar secara serentak tiga hari itu,” ungkapnya.

“Ini adalah perjuangan terakhir. Setelah ini disahkan, kita sudah tidak ada artinya lagi. Maka, perjuangan kita ini penting Sebelum disahkan,” tambahnya.

Roy mengatakan meski ada himbauan dari beberapa pihak baik aparat maupun pemerintah melalui dinas maupun pihak Apindo dan lainnya agar para buruh tidak menggelar aksi. Namun ia menegaskan bahwa ini merupakan hak bagi buruh.

“Perlu kita tegaskan bahwa ini adalah hak konstitusional dari teman-teman buruh. Jelas undang-undangnya adalah no 9 tahun 1998, UU 21 tahun 2001 tentang serikat Pekerja serikat buruh, jelas mengatakan bahwa salah satu tugas dan fungsi adaah merencanakan dan sebagai penanggungjawab terkait pemogokan, ini dilindungi oleh undang-undang,” katanya.

“Artinya, imbaun dari pemerintah atau perusahaan boleh saja tapi ini ada hak fundamental yang dilindungi konstitusi. Ini menyangkut kepentingan buruh, hak buruh, sehingga tidak bisa pengusaha melarang-larang buruh untuk menyampaikan aspirasinya dalam menuntut haknya,” tambahnya.

Roy menjelaskan beberapa hal yang menjadi tuntutan yakni, satu, terkait outsourcing dan PWKT yang dibebaskan untuk semua pekerjaan tanpa ada batasan waktu itu. Yang diduga akan menjadi perbudakan modern.

“Tidak ada kepastian pekerjaan, kapan pun bisa dipecat,” ungkapnya.

Kedua, upah UMK ada tapi dengan syarat tertentu, UMSK dihapus. Dengan dihapus ini secara legitimite UMSK itu tidak ada lagi, maka Potensi upah turun ataupun nanti upahnya tidak naik itu akan terjadi, sehingga disebut tidak mendapatkan kepastian penghasilan. Ketiga, pesangon dikurangi.

“Maka pilihan terberat dan terpaksa, karena sudah tidak ada jalan lain, untuk memberjuangkan membatalkan omnibus ini. Kita berupaya agar ini tidak disahkan dulu di paripurna, agar klaster ini dikeluarkan,” katanya.

Pihaknya menghimbau kepada seluruh buruh dan pekerja baik yang berserikat maupun yang tidak untuk sama-sama memperjuangkan nasib bersama.

“Intinya, bahwa omnibus law ini tidak hanya berdampak Kepada buruh atau Pekerja yang berserikat, tapi Sangat berdampak pada seluruh buruh Pekerja di repubik ini, oleh karena itu kami mengimbau menyerukan Kepada seuluruh kaum buruh yang berseikat atau tidak berserikat untuk memperjuangkan nasib kita hari ini. Pwejuangan ini adalah perjuangan kaum buruh diseluruh Republik Indonesia,” tutupnya.

Kontributor : Emi La Palau

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini