Penjelasan Kelompok yang Pro dan Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol sedang berlangsung di DPR dan timbul polemik mengenai untung ruginya.

Siswanto | Novian Ardiansyah
Jum'at, 13 November 2020 | 15:15 WIB
Penjelasan Kelompok yang Pro dan Kontra RUU Larangan Minuman Beralkohol
Ilustrasi. (Shutterstock)

Meski dia mengatakan demikian, naskah akademis RUU itu tidak mencantumkan data tentang berapa jumlah kasus kekerasan yang terjadi akibat konsumsi alkohol.

Pada tahun 2017, Pusat Kajian Kriminologi FISIP Universitas Indonesia mengeluarkan studi yang menyimpulkan bahwa tidak ada data statistik spesifik tentang tindak kejahatan terkait dengan konsumsi minuman beralkohol.

Disimpulkan juga tidak ditemukan korelasi yang kuat antara kejahatan dan konsumsi minuman beralkohol.

Illiza, yang menjabat sebagai wakil Wali Kota Banda Aceh itu, menambahkan bahwa agama Islam, yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia, melarang konsumsi minuman beralkohol. Menurutnya, agama-agama lain pun tidak mengizinkan umatnya minum hingga mabuk.

Baca Juga:Download di Sini: Draf RUU Minuman Beralkohol yang Kontroversial

'Membunuh pariwisata'

Merespons RUU itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia Stefanus menyatakan khawatir jika RUU itu sampai lolos.

Menurut draf RUU yang diterima BBC, orang yang mengkonsumsi alkohol tak sesuai aturan terancam dibui paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.

"Saya sih ada kekhawatiran, jadi jangan sampai kelolosan. Tiba-tiba keluar larangan alkohol. Itu nggak benar lah."

"Kita nggak pengin disahkan. Kalau disahkan sama saja membunuh pariwisata Indonesia," kata Stefanus.

Baca Juga:Bicara RUU Mihol, Kenali 6 Minuman Beralkohol Tradisional Indonesia Ini

Minuman beralkohol adalah salah satu produk yang dikenakan cukai.

Pada awal tahun ini, Kementerian Keuangan mengumumkan minuman beralkohol menyumbangkan sekitar Rp7,3 triliun pada penerimaan cukai negara tahun 2019, jumlah yang oleh Stefanus disebut "besar bagi penerimaan negara".

Sementara, tahun lalu, DKI Jakarta yang memiliki saham perusahaan produsen bir, PT. Delta Djakarta, mendapatkan lebih dari Rp100 miliar dari deviden perusahaan itu.

Stefanus berpendapat minuman beralkohol memang perlu diatur dan diawasi, misalnya mengenai usia orang yang diizinkan mengkonsumsi, tapi tidak dilarang.

Namun, Illiza Djamal tak sepakat jika masalah ekonomi dipersoalkan.

"Kita harus berpikir keras hal apa yang nanti bisa meningkatkan perekonomian kita. Ternyata kan juga tak begitu signifikan pendapatan yang kita dapatkan [dari minuman beralkohol] dibanding dengan persoalan yang kita dapatkan dari minuman keras ini," ujarnya.

REKOMENDASI

News

Terkini