Pembubaran FPI Sia-sia jika Pemerintah Tak Lakukan Ini

Aktivis kebebasan beragama dan berkeyakinan mengatakan perlu adanya kurikulum pendidikan tentang pentingnya toleransi.

Ari Syahril Ramadhan
Senin, 04 Januari 2021 | 14:45 WIB
Pembubaran FPI Sia-sia jika Pemerintah Tak Lakukan Ini
Karangan bunga ucapan selamat atas pembubaran FPI di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. [Suara/B. Rahmat]

SuaraJabar.id - Pegiat isu-isu keberagaman dari komunitas Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan mengaku sepakat dengan tindakan pemerintah yang melakukan pembubaran juga larangan bagi organisasi massa Front Pembela Islam (FPI).

"Saya mengapresiasi langkah pemerintah membubarkan FPI, ini bentuk keseriusan pemerintah dalam deradikalisasi, ini bagus sebagai tahap pertama untuk shock terapi bagi kelompok radikal," ujar Wawan kepada Suara.com, baru-baru ini.

Namun, Wawan pun mengatakan sebetulnya tindakan pemerintahan tidak serta merta berhenti dalam membubarkan FPI secara lembaga, melainkan perlu ada tindak lanjut yang lebih nyata untuk membasmi deradikalisasi ataupun menyemai toleransi.

"Kalau sekedar pembubaran bisa saja bentuk radikalismenya dalam bentuk lain misalkan Hizbut Tahrir juga kan sudah dibubarkan tapi bentuk-bentuk lain dari Hizbut Tahrir juga banyak, mereka bermetamorfosa dalam bentuk ormas-ormas lain," katanya.

Baca Juga:Teddy PKPI Sindir Orang PKS: Lucu dan Seenaknya

"Kalau ingin lebih efektif mungkin juga pemerintah perlu proaktif, kalau itu kan reaktif, ada FPI yang huru-hara baru kemudian ditindak itu kan terlambat juga ya," tambahnya.

Wawan menyarankan perlu ada keseriusan dari pemerintah untuk mengatasi masalah radikalisasi. Ia menyodorkan 4 konsep yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengurusi masalah toleransi di Tanah Air.

Pertama, kata dia, perlu adanya kurikulum pendidikan tentang pentingnya toleransi. Selama ini, kata dia, memang ada kurikulum untuk masalah itu, tapi perlu ada kajian lebih jauh, mengingat indikatornya tidak jelas.

"Kalau misalnya selama ini di pendidikan ada (kurikulum toleransi) ya harus ditinjau ulang, apakah masih tektualis atau kapasitas guru (tidak memadai) jadi harus diteliti sejauh mana efektivitas pendidikan toleransi di Indonesia," bebernya.

Kedua, kata dia, pemahaman tentang toleransi ini harus lebih dikuatkan lagi dengan instrumen nasional. Bagaimana, kemudian, sikap toleransi itu menjadi budaya dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. .

Baca Juga:Gerindra Terbelah, Fadli Zon Bantah Pernyataan Keponakan Prabowo

Ketiga, perlu adanya upaya deradikalisasi sebagai lawan dari radikalisme. Maksudnya, kata dia, pemerintah harus berani menindak tegas kelompok radikal dan bukan malah dijadikan mainan semata.

"Deradikalisasi itu mengamputasi kelompok-kelompok radikal. Di Singapura juga ada kelompok radikal, tapi penegakan hukumnya yang kuat ya," ujarnya.

Terakhir, ucap dia, adanya upaya perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Hal ini menjadi penting lantaran menjadi tolak ukur toleransi.

"Ini sangat penting perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan karena tolak ukur toleransi itu KBB, kalau KBB-nya bagus berarti toleran dan kalau KBB-nya buruk berarti belum toleran," imbuhnya.

Kontributor : Aminuddin

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini