SuaraJabar.id - Suasana sejuk sudah terasa saat menginjakan kaki di Kampung Adat Cireundeu, RW 10, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.
Kampung itu masih terlihat asri dengan berbagai pepohonan. Tanpa gedung bertingkat, warga di sana nampak damai menikmati hidup.
Kesejukan dan kedamaian semakin terasa ketika melihat toleransi antarkeyakinan dan antaragama di Kampung Adat Cireundeu.
Tanpa sekat, mereka selalu seirama dan satu tujuan untuk memupuk dan menjaga toleransi.
Baca Juga:Profil Helen McCrory, Aktris Harry Potter Meninggal Dunia di Usia 52 Tahun
Ditengah mayoritas umat Muslim, di Kampung Adat Cireundeu, RW 10 terdapat sekitar 60 Kepala Keluarga (KK), dengan 240 jiwa yang menganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan.
"Memang sudah turun-temurun dari para sesepuh sudah Sunda Wiwitan," ujar Abah Widi, salah seorang sesepuh Kampung Adat Cireundeu, kepada Suara.com, Sabtu (17/4/2021).
Saat ditemui, pria 58 tahun itu tengah asyik dengan kegiatannya membakar sampah di pekarangan rumahnya. Dengan semangat, Abah Widi menceritakan indahnya toleransi di kampungnya yang sudah terjaga sejak dulu.
Kampung Adat Cireundeu diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16 atau sekitar 500 tahun yang lalu. Keberadaan kampung adat tersebut dikuatkan dengan penelitian adanya batu penyanggah rumah saat itu.
Para sesepuh atau karuhun yang ada di dalamnya di antaranya Eyang Nursalam, Eyang Ama, hingga Aki Madrais yang disebut membuat 'lembur' atau kampung saat itu.
Baca Juga:Polisi 'Gulung' Pelaku Balap Liar di Pondok Indah, Lima Motor Disita
"Saat itu Cireundeu sudah ada," katanya.
Sejak saat itu Abah Widi meyakini kepercayaan Sunda Wiwitan sudah ada, dan diteruskan oleh para anak, cucu hingga cicitnya. Kepercayaan itu terus dipupuk ratusan warga ditengah sebagian pemeluk Islam.
Kini mereka hidup berdampingan. Tanpa sekat, mereka selalu mengedepankan sikap saling menghormati meski berbeda keyakinan. Bahakn di setiap acara kepercayaan dan agama, mereka saling berbaur dan membantu.
"Kita saling menjaga, tidak pernah membedakan. Kalau ada acara adat, atau acara keagamaan Islam, pasti saling dilibatkan," ujar Abah Widi.
Termasuk saat umat Muslim menjalani ibadah puasa bulan Ramadan ini. Sebagai penganut kepercayaan Sunda Wiwitan, warga sangat mengerti dan menghargai kebiasaan mereka dalam menjalankan ibadahnya.
Seperti waktu berbuka puasa hingga salat tarawih yang selalu dilakukan selama bulan ramadan. Sementara tradisi kumpulan setiap malam Jumat pun selalu dilakukan penganut kepercayaan Sunda Wiwitan.
"Dan yang paling penting juga etika yang selalu terjaga di kita. Jadi apapun kebiasaan, kegiatan baik bagi warga adat maupun muslim selalu berjalan beriringan dan menyejukan," tukasnya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki