Dandanan rapi yang dilengkapi dengan kemeja dan minyak wangi serasa percuma bagi warga kampung itu. Sebab, semuanya akan luntur diperjalanan berganti dengan bau keringat.
Memang warga masih memiliki opsi lain untuk bepergian atau sekedar membeli kebutuhan ke Kecamatan Cipeundeuy, yakni menggunakan perahu atau rakit melintasi Waduk Cirata. Namun bukan tanpa persoalan.
Perairan yang termasuk Dermaga Cibogo yang merupakan sumber utama pembangkit listrik tenaga air yang menerangi wilayah Jawa-Bali itu juga kerap tertutup eceng gondok sehingga sulit ditembus perahu.
Belum lagi warga harus mengeluarkan biaya lebih jika harus menaiki perahu. Sehingga kebanyakan warga Cijuhung dan Cirawa lebih memilih lewat jalan berlumpur yang sangat sulit dillalui kendaraan biasa.
Baca Juga:Cek Tahapan PPDB DKI Jakarta 2021, Orang Tua Siswa Wajib Tahu
Bukan hanya akses yang buruk, jalan yang dinamakan warga Jalan Cibungur itu tanpa penerangan. Warga kebanyakan tak berani melewati akses jalan tersebut saat malam hari.
"Pakai perahu biasanya ongkosnya Rp 20 ribu. Tapi banyak eceng gondok. Kalau lewat jalan sini, saya biasanya berani sampai jam 7 malam. Lewat dari jam segitu gak berani," tutur Agus.
Memasuki kebun karet jalan semakin tak karuan. Semakin menyulitkan meskipun sepeda motor yang digunakan jenis Trail. Lengah sedikit saja, kubangan lumpur sudah menanti.
Tak ada rumah satupun. Hanya saung-saung bekas yang sudah nampak lapuk. Biasanya, saung-saung itu digunakan petani karet untuk beristirahat. Kala melintas, para petani itu terlihat sedang menyadap getah karet.
Mereka hanyalah buruh yang dipekerjakan pemilik kebun karet. Salah satunya Encang (46). Sudah tiga bulan bapak tiga anak itu menjadi penyadapan getah karet. Setiap harinya, ada sekitar 200 pohon yang ia sadap getahnya.
Baca Juga:Rizki DA Ogah Bahas Talak Cerai dan Tes DNA Anak
"Langsung diserahkan kepada yang punya. Sehari paling dapat Rp 30 ribu," ujar Encang.