SuaraJabar.id - Itang (56), salah seorang sopir angkot di Kota Cimahi sangat merasakan betapa hebatnya imbas dari pandemi COVID-19. Apalagi ketika ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM mulai dari versi Darurat hingga level 4, membuatnya kelabakan untuk mencari penghasilan dari menarik angkot.
Penumpangnya menurun drastis. Bahkan terkadang warga Cibeureum, Cimahi Selatan Kota Cimahi itu membawa angkot kosong tanpa penumpang dari Cimindi ke Pasar Antri maupun sebaliknya.
Kondisi tersebut otomatis berpengaruh terhadap penghasilannya.
Itang terus bersuara menawari warga yang lewat di kawasan Pasar Antri Kota Cimahi. Kala itu ia sedang menunggu penumpang alias ngetem di Jalan Sriwijaya, tepatnya di sebrang Terminal Pasar Antri.
Baca Juga:Puan Maharani Minta Pemerintah Hati-hati Soal Pelonggaran PPKM Level 4
Ia berharap ada penumpang yang nyangkut untuk dibawahnya menuju arah Cimindi. Memang sepi, sebab menunggu sekitar 15 menit pun belum ada juga penumpang yang naik menggunakan jasa transportasi.
"Sekarang sangat sepi. Se-jalan (Cimindi-Pasar Antri atau sebaliknya) kadang cuma 1 atau penumpang," ujar Itang kepada Suara.com, belum lama ini.
Itang tetap bersabar, sebab inilah satu-satunya mata pencahariannya sebagai sopir angkot. Lima tahun lalu ia punya kendaraan berwarna ungu tersebut.
Ketika itu angkot masih menjadi salah satu transportasi publik yang banyak dimanfaatkan masyarakat.
Namun pamornya mulai sedikit terpinggirkan seiring kemunculan transportasi umum yang terbarukan. Sebut saja angkutan online baik sepeda motor maupun mobil.
Baca Juga:Rangkul Masyarakat Luar Daerah, DPD PAN Sleman Gelar Vaksinasi Massal bagi 1.000 Warga
Berharap masih bisa bersaing di tengah kepungan transportasi terbarukan, badai malah datang lagi dengan kemunculan COVID-19 tahun lalu. Kebijakan pun mulai diterapkan untuk menekan penularan virus tersebut.
Seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diikuti dengan ditiadakannya sekolah tatap muka. Kemudian sebulan terakhir ini diterapkan PPKM Darurat dan Level 4.
Itang nelangsa. Angkotnya semakin sepi dari penumpang. Apalagi tak ada aktivitas sekolah dan masyarakat lebih banyak berdiam di rumah.
"Kalau pun keluar rumah, kan kebanyakan udah pakai kendaraan pribadi," ucap Itang.
Dampak Pandemi COVID-19 Masih Dirasakan
Sampai saat ini Itang masih merasakan dampak dari pandemi COVID-19 ini. Pendapatannya tak kunjung membaik, malah cenderung semakin sekarat. Bahkan terkadang, pengeluarannya melebihi pendapatan harian.
Dengan kondisi yang tak kunjung ada solusi ini, ia berharap ada bantuan hingga kompensasi dari pemerintah. Seperti keringanan untuk membayar pajak hingga pengujian kendaraan atau uji KIR.
"Bensin saya sama pengeluaran sehari misalnya Rp 100 ribu, terus kadang dapatnya Rp 50 ribu. Kan harus nombok. Ini angkot saya jadi gak harus setor untungnya. Tapi kan untuk bensin tetap harus keluar yang," pungkasnya.
Belum ada Realisasi Bantuan dari Pemerintah
Terpisah, Kepala Seksi Angkutan pada Dinas Perhubungan Kota Cimahi, Ranto Sitanggang mengakui ada beberapa keinginan dari para pelaku usaha transportasi yang sudah masuk ke pihaknya.
"Seperti pengurangan pajak kendaraan bermotor untuk tahun ini, pengurangan biaya uji KIR dan juga pengurangan biaya untuk pengurusan izin-izin trayek," ungkap Ranto.
Keinginan tersebut, kata dia, sudab disampaikan ke Pemprov Jabar yang memiliki program Transformasi Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat untuk Transportasi dan Logistik. Namun diakuinya hingga saat ini belum terealisasi.
"Sampai saat ini belum ada petunjuk dariprovinsi dan belum ada realisasi," ucapnya.
Diakui Ranto, jika mengandalkan APBD Kota Cimahi untuk pemberian kompensasi untuk para pelaku usaha transportasi di Kota Cimahi sangat sulit terwujud tahun ini.
"Kalau melihat postur APBD Kota Cimahi sekarang ini tidak memungkinkan untuk memberikan kompensasi atas dampak PPKM Darurat ini," pungkasnya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki