"Keinginannya diperhatikan pemerintah, dapat bantuan. Ke depannya kita pedagang asongan lebih diperhatikan lagi."
Selepas berpisah dengan istrinya sekira tujuh tahun lalu, Herman menghidupi keempat anaknya seorang diri.
Kondisi yang tak mudah dan kadang membuatnya kesulitan memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang semuanya perempuan dan sekolah di tiga jenjang pendidikan berbeda (SD, SMP, dan SMA). Ia juga mengaku belum pernah menerima bantuan dari pemerintah.
"Belum ada sama sekali, makanya kesulitan untuk biaya sekolah. Anak-anak mau bikin seragam sekolah tidak ada biaya, tapi alhamdulillah ada rekan yang menyumbang (seragam sekolah)," imbuhnya.
Menjalani profesi barunya sebagai pedagang asongan, Herman biasa berkeliling sejak pukul 07.00 hingga 15.00 WIB di wilayah Simpang Ratu, Cibadak. Dibanderol Rp 3 ribu per bungkus, ia telaten menjajakan permen jahe dagangannya dengan menunggu bus berhenti dan menawarkannya ke para penumpang.
Baca Juga:Viral Video Pelajar SMA Berbuat Mesum Tersebar, Warga: Efek Gak Sekolah Jadi Salah Jalur!
Herman berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan para Guru honorer ekstrakurikuler sepertinya, karena sejak pembelajaran daring mereka kehilangan pekerjaan.
Sementara di sisi lain, Herman mengaku pernah membantu murid dari sekolah yang ia ajar untuk menorehkan prestasi, baik tingkat kecamatan maupun kabupaten.
"Apalagi Guru ekstrakurikuler seperti saya, karena sebelumnya dari 2013 sampai 2019, saya sempat membawa banyak piala. Ya agar menghargai seorang Guru yang sudah membantu mengharumkan nama sekolah," kata Herman.
Herman menyebut masih ingin kembali mengajar ketika nanti pandemi mulai terkendali. Sebab, ia memiliki keinginan untuk mengembangkan seni budaya di Kecamatan Cibadak.
"Karena saya punya tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya, khususnya di Kecamatan Cibadak," tandasnya.
Baca Juga:Tidak Ada Sinyal Internet, Anak-anak Pulau di Kepri Kesulitan Belajar Daring