SuaraJabar.id - Aparat gabungan membubarkan kegiatan Larung Agung di Pantai Pangandaran, Jawa Barat pada Minggu (5/9/2021) kemarin. Di balik pembubaran acara itu, publik menyoroti sosok perempuan berkebaya hijau dan menggunakan mahkota yang hadir di acara itu.
Dalam kepercayaan masyarakat di sepanjang pesisir laut selatan Pulau Jawa, ada mitos larangan untuk menggunakan baju berwarna hijau di pantai.
Pasalnya, warna hijau merupakan warna kesesaran penguasa gaib laut selatan.
Sosok yang dipercaya sebagai penguasa laut selatan itu sendiri digambarkan kerap memakai kebaya berwarna hijau dan mengenakan mahkota.
Baca Juga:Bali Punya Nih, 4 Kebiasaan Unik yang Cuma Bisa Kamu Lihat di Pulau Dewata
Gaya pakaian itu yang muncul pada acara Larung Arung di Pantai Pangandaran hari Minggu kemarin.
Terkait sosok perempuan yang mengenakan kebaya hijau dan mengenakan mahkota pada acara Larung Agung, Yayasan Manunggal Rasa Kemurnian penyelenggara Larung Agung melalui penasehatnya Edy Susanto menegaskan, perempuan tersebut tidak merepresentasikan Nyai Ratu Kidul. Melainkan representasi dari Bunda Ratu.
“Bagi kami kata Nyai Ratu dan Bunda Ratu itu sangat berbeda. Sesuatu yang berlainan jadi pada acara itu kami merepresentasikan Bunda Ratu,” kata Edy.
Meski demikian Edy mengakui bahwa asumsi masyarakat awam, selalu mengidentikkan sosok wanita berkebaya hijau, memakai mahkota dan berada di sekitar pantai sebagai Nyai Ratu Kidul.
“Asumsi masyarakat awam silakan saja. Tapi bagi kami maknanya sangat berbeda dan itu telah menimbulkan gejolak di kalangan anggota yayasan kami. Kami sangat keberatan akan hal tersebut,” tegas Edy.
Baca Juga:Kasus Anak Dijadikan Tumbal Pesugihan, LaNyalla: Bengis dan Tidak Berperikemanusiaan
Meski mengusung judul acara larungan, Edy membantah pihaknya akan melarung gunungan dan kambing hitam itu ke laut.
Sebelumnya diberitakan, Yayasan Manunggal Rasa Kemurnian penyelenggara Larung Agung melalui penasehatnya Edy Susanto didampingi Ketua Umum, Ade, mengatakan, meski tahun ini dibubarkan, namun pihaknya berencana kembali menggelar kegiatan serupa tahun depan.
“Mudah-mudahan kita dipanjangkan umur untuk bertemu lagi tahun depan. Kita akan gelar kembali acara dengan mengikuti ketentuannya,” kata Edy, Senin (6/9/2021).
Lebih lanjut Edy menambahkan, terkait insiden pembubaran Larung Agung oleh petugas gabungan di Pantai Barat pada Minggu (5/9/2021) lalu, dirinya tidak mempermasalahkan.
Edy mengaku telah menerima dengan ikhlas, karena acara intinya yakni pembacaan do’a sudah selesai dibacakan.
“Sebenarnya acara pokoknya sudah selesai. Tinggal acara pembagian sedekah berupa nasi, buah-buahan dan sayuran, yang nantinya akan dinikmati oleh warga sekitar. Istilah Gunungan itu berbeda dengan sesaji,” jelas Edy.
Warga Cilacap, Jawa Tengah ini menjelaskan, sesaji atau sesajen itu adalah makanan dan minuman yang dihidangkan dan ditujukan kepada ghaib dengan mengharapkan sesuatu yang bersifat duniawi. Sesaji ini sangat berbeda dengan Gunungan.
“Itu bukan sesaji atau sesajen tapi Gunungan. Menurut saya itu (Gunungan, red) adalah wujud rasa syukur kita dari anugerah alam berupa nasi, buah-buahan dan sayuran. Nantinya akan dinikmati oleh warga sekitar, istilahnya sedekah hasil bumi,” kata Edy.