SuaraJabar.id - Kepala Sekolah SMAN 22 Bandung berinisial H dan Wakil Kepala Sekolah berinisial ER berstatus terperiksa berkaitan dengan kasus dugaan pungutan liar atau pungli.
Kepala Bidang Data dan Informasi Satuan Tugas Sapu Bersi Pungutan Liar (Saber Pungli) Jabar Yudi Ahadiat mengatakan kasus ini terungkap setelah pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat.
Laporan tersebut berisi aduan dari orang tua siswa yang tengah memindahkan sekolah anaknya dari luar Kota Bandung ke SMA 22 saat tahun ajaran tahun 2021.
"Kita on the spot ke sekolah, melakukan pemeriksaan, setelah dilakukan terbukti ada pungutan yang dilakukan oleh ER, atas sepengatahuan dan diketahui oleh kepala sekolahnya berinisial H," kata Yudi dihubungi, Senin (17/1/2022).
Baca Juga:Presiden Jokowi Sebut Keragu-raguan Semua Pemimpin dalam Putuskan Sesuatu Berubah Setiap Hari
Dalam pemeriksaan awal, tim mengamankan uang Rp 30 juta dari kepala dan wakil kepala sekolah tersebut. Selain itu, dugaan pungli ini tidak hanya terjadi sekali dengan kerja sama antar dua petinggi sekolah tersebut.
"Ada mutasi lain (Siswa pindah sekolah dari sekolah lain) dua orang, yang bersangkutan diminta uang Rp 20 juta. Setelah negosiasi akhirnya sepakat jadi Rp 10 juta," ucap Yudi.
"Apapun alasannya kami tidak terima, mau untuk sekolah, mesjid, kita tak terima jadi bukan untuk pembenaran," tegasnya.
Berdasarkan Pergub (Peraturan Gubernur) 29 tahun 2021 tentang teknis PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), tak ada satu pasal pun yang mengharuskan bayar administrasi.
Terpisah, Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung Dwi Subawanto angkat bicara terkait dugaan pungli di SMAN 22 Bandung.
Baca Juga:Heboh Kepala Sekolah di Bandung Diduga Terlibat Pungli, Fortusis: Pecat jika Terbukti
Menurutnya, pungli itu melanggar aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Ia mengatakan, dalam Pergub 29 Tahun 2021 yang mengatur tentang petunjuk teknis dengan jelas disebutkan dalam Pasal 39 A dan B yang berbunyi "Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat dan telah menerima bantuan operasional sekolah, dilarang memungut biaya".
Serta dalam pasal B disebutkan "Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dilarang melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB, perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB".
"Siapapun oknum di sekolah tersebut harus dikenakan sanksi. Kepala sekolah yang bersangkutan itu melanggar Perda nah kalau ASN harus dipecat atau ada proses hukum melalui sebuah proses yang berlaku," ujar Dwi, Senin (17/1/2022) dikutip dari Ayobandung.com--jejaring Suara.com.
Menurut Dwi, celah untuk melakukan pungli ini biasanya terjadi saat ada perpindahan siswa dari satu sekolah pada saat kenaikan kelas. Terutama, kenaikan kelas 1 ke kelas 2.
"Nah kalau ngomongin mutasi kalau lebih dari satu kalau ada slot di kelas dua lebih dari satu itu seolah olah tes. Di tes pelajaran sekaligus ada yang namanya kayak semacam partisipasi tes lelang duitnya," jelasnya.
Lebih jelasnya, kata dia, praktik pungli perpindahan siswa ini biasanya dari awal pihak sekolah sudah meminta 'sumbangan' untuk hal yang berada di luar hal akademis. Padahal, untuk PPDB mutasi pihak sekolah sama sekali tidak diperbolehkan memungut biaya.
Kontributor : Cesar Yudistira