SuaraJabar.id - Hakim Pengadilan Negeri Bandung dituntut untuk menerima gugatan buruh PT Masterindo Jaya Abadi yang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Tuntutan itu disampaikan ratusan buruh korban PHK yang menggelar aksi di PN Bandung pada kamis (29/9/2022).
para buruh menyatakan, ada ribuan buruh korban PHK yang harus mendapatkan haknya hingga ratusan miliar.
Dari pantauan di lokasi pada pukul 10.15 WIB, tampak ratusan emak-emak duduk menutup jalan depan PN Bandung.
Baca Juga:Brasil dan Italia Antre Belajar Buruan Sae Kota Bandung
Narasi yang dimunculkan adalah harapan kepada pengadilan untuk memutuskan kasus yang mereka alami yang memberikan rasa keadilan bagi ribuan buruh korban PHK.
"Nasib Kami ada di palu Pak Hakim, Putuskan Perkara nomor 68 /pdt.sus-PHI/2022/PN BDG dengan seadil-adilnya," tulis dalam salah satu spanduk.
Sementara itu, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto mengatakan bahwa ada 1.142 karyawan PT. Masterindo Jaya Abadi yang tidak mendapatkan hak-hak setelah mengalami PHK sejak bulan April 2021.
Mereka berharap, perkara yang akan diputuskan pada 5 Oktober nanti, hakim dapat memberikan keadilan bagi merek.
"Putusan nanti yang akan dibacakan oleh majelis hakim pada tanggal 5 nanti, itu benar-benar harus sesuai dengan fakta, memenuhi rasa keadilan," kata Roy Jinto di depan PN Bandung, Jalan L.LR.E Martadinata, Kota Bandung, Kamis (29/9/2022).
Baca Juga:Kebakaran Jadi Bencana Paling Sering Terjadi di Bandung
Roy mengungkapakan, berdasarkan kajian mereka, PT. Masterindo Jaya Abadi harus membayar pesangon para karyawan korban PHK ratusan miliar.
Menurutnya, pesangon yang harus diterima oleh karyawan yang di PHK beragam, mulai 100 juta hingga 200 juta per karyawan di luar THR dan gaji.
Hal itu dihitung berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 13 tahun 2003.
"Harapannya gugatan buruh diterima. Karena sudah jelas temen-temen di PHK tidak boleh bekerja, THR-nya enggak dibayar, upahnya tidak dibayar, dan fakta hukumnya sudah terungkap semuanya," ucapnya.
"Tinggal keyakinan hakim untuk memutuskan perkara ini dan tidak ada pengaruh intervensi lain khususnya kejadian-kejadian yang terjadi di Jakarta hakim agung yang ditangkap oleh KPK akibat suap," tandasnya.