SuaraJabar.id - Mesin-mesin di pabrik tekstil milik para pelaku industri kecil menengah (IKM) di Majalaya, Kabupaten Bandung tak bekerja sekencang biasanya. Kondisi tersebut menggambarkan penurunan omzet yang tengah dialami para IKM.
Salah satu penyebab lesunya order para pelaku bisnis tekstil di Majalaya diduga adalah banjirnya produk tekstil impor di pasaran hingga pandemi Covid-19.
"Secara keseluruhan, IKM tekstil Majalaya saat ini sedang mengalami penurunan. Order yang masuk tinggal 25% dari biasanya," kata Agus Ruslan, salah seorang pelaku IKM tekstil Majalaya pada Minggu (13/11/2022).
Dia menyontohkan, di 6 pabrik tekstil miliknya, sebagian besar saat ini hampir berhenti beroperasi karena kurangnya pesanan tenun yang masuk.
Baca Juga:Setelah Meta, Disney akan Lakukan PHK
"Mesin di pabrik saat ini dalam keadaan kosong (tidak beroperasi). Bukan tidak ada order, hanya tidak sekencang seperti biasanya," ungkapnya.
Kondisi tersebut terjadi bukan hanya di pabrik miliknya, namun di pabrik-pabrik lain yang masuk dalam skala IKM.
Bahkan sejumlah pabrik di Kecamatan Paseh yang berbatasan denga Majalaya, sudah banyak yang berhenti beroperasi karena tidak mendapat order dari klien.
"Kondisinya sedang cooling down. Memang tidak sampai melakukan PHK, hanya merumahkan pekerja," katanya.
Menurut Agus, kondisi ini terjadi dikarenakan sejumlah masalah ekonomi, baik lokal maupun global. Secara lokal, kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum sepenuhnya stabil pasca pandemi covid-19 yang berimbas pada merosotnya permintaan produk tekstil.
Baca Juga:Wujudkan Layanan Kesehatan yang Merata, KlikDokter Berpartisipasi Dalam KTT G20 Forum CEO Bloomberg
Masyarakat saat ini lebih memilih membeli kebutuhan pokok dibanding dengan membeli sandang yang imbasnya terhadap penurunan pesanan bagi produk tekstil seperti garmen dan lainnya.
Dengan menurunnya bisnis produk tekstil, berpengaruh besar terhadap produk hulu tekstil seperti tenun dan lainnya.
"Saat ini juga impor produk jadi tekstil membanjiri pasar Indonesia. Ini juga berimbas pada kami," katanya.
Nilai tukar dolar terhadap rupiah juga menjadi masalah tambahan, pasalnya sebagian bahan baku tekstil didapat dari luar negeri, sehingga dengan melemahnya rupiah membuat harga bahan pokok menjadi lebih tinggi.
Dia berharap agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah nyata untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha tekstil di Indonesia. Supaya IKM tekstil bisa terus bertahan ditengah gempuran produk impor.