Pakar ITB Ungkap Proses Rumit dan Mahal di Balik Sumber Air Industri AMDK

Air pegunungan tak sembarangan diambil, begini aturan dan biaya di baliknya.

Rully Fauzi
Senin, 03 November 2025 | 12:05 WIB
Pakar ITB Ungkap Proses Rumit dan Mahal di Balik Sumber Air Industri AMDK
Ilustrasi air minum dalam kemasan. [Pexels]
Baca 10 detik
  • Studi sumber air gunung AMDK terbilang mahal.
  • Melibatkan banyak ilmu untuk memastikan sumbernya cukup dan aman.
  • Hal ini disampaikan pakar air ITB.

SuaraJabar.id - Pakar hidrogeologi yang juga Wakil Dekan Bidang Sumberdaya Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Dasapta Erwin Irawan, menjelaskan bahwa sebelum menentukan sumber air bakunya, perusahaan AMDK mengeluarkan biaya yang mahal karena melibatkan banyak ilmu.

Selain itu, kata Ketua Pakar Ahli Air Tanah Indonesia, Irwan Iskandar Phd, untuk mengambil air bakunya dari akuifer itu, industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu harus mengantongi izin SIPA dan ada Nilai Perolehan Air yang negara atau pemerintah dapatkan.

Terkait sumber air, Dasapta menjelaskan jika air pegunungan bisa merupakan air permukaan dan air tanah.

Air tanah sendiri berada dalam lapisan dangkal yang biasa dipakai penduduk dan di lapisan dalam di bawah bebatuan yang banyak dipakai industri AMDK, karena lebih kaya mineral dan aman dari kontaminan.

Air permukaan yang muncul di pegunungan merupakan sumber air dari sungai. Jika air ini digunakan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), maka sungai berpotensi mengering.

Itulah juga alasan lain industri AMDK yang menggunakan air dalam jumlah besar, tidak menggunakan mata air yang ada di pegunungan.

Dasapta Erwin Irwan menuturkan bahwa air yang berasal dari pegunungan berawal dari air hujan yang jatuh di wilayah pegunungan.

Air hujan kemudian meresap dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan masuk ke lapisan akuifer dengan porositas dan permeabilitas tinggi.

Kecepatan infiltrasi air hujan ke dalam tanah itu bervariasi dan sangat lama. Sedalam satu sentimeter per menit saja itu sudah hebat infiltrasinya.

Biasanya, para industri AMDK itu mengambil sumber air bakunya dari lapisan akuifer ini. "Dan untuk mengambilnya ya memang harus dibor dulu," katanya.

Dan menurutnya, industri AMDK tertentu juga tidak sembarangan hanya mengambil saja air bakunya dari sumber akuifer. Tapi, mereka juga perlu mengetahui sumber resapan dari sumur-sumur bornya itu ada di mana.

Hal itu bertujuan untuk dijadikan lahan konservasi agar debit airnya tetap terjaga.

"Untuk mengetahui elevasi daerah resapannya dari akuifer itu ada di mana, biasanya dilakukan melalui analisis hidrogeologi dengan menggunakan teknologi isotop," kata Dasapta.

Jadi, ada biaya yang harus dikeluarkan industri AMDK itu sebelum mengambil airnya, dan itu jumlahnya tidak kecil. "Itu mahal karena melibatkan banyak ilmu," ucapnya.

Selanjutnya, katanya, jika air tanah itu terpotong oleh topografi maka airnya akan muncul ke permukaaan sebagai mata air, yang menjadi hulu sungai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak