Scroll untuk membaca artikel
Dwi Bowo Raharjo
Minggu, 25 Agustus 2019 | 14:52 WIB
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Suara.com/Chyntia Sami Bhayangkara)

SuaraJabar.id - Politikus Golkar Kota Bekasi, Jawa Barat, Machrul Falak mempertanyakan wacana Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terkait keinginannya untuk menggabungkan Bekasi dengan DKI Jakarta.

Machrul yang juga Anggota DPRD Kota Bekasi periode 2014-2019 ini menilai bukan hal yang gampang bagi Bekasi untuk bergabung dengan DKI Jakarta. Sebab ada poin-poin tertentu yang harus dipenuhi apabila sebuah daerah ingin melakukan penggabungan kota.

"Penggabungan sebuah kota/kabupaten (Daerah Otonom) dalam PP 78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Pada pasal 22 Ayat 1. Apakah Kota Bekasi Bangkrut?," ujar Machrul kepada suara.com, Minggu (25/8/2019).

Pada pasal 22 Ayat 1, kata Machrul, berbunyi daerah otonom dapat dihapus apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah.

Baca Juga: Area Kantin Kampus IISIP Jakarta Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta

Machrul menilai usulan penggabungan Daerah Otonom harus mempunyai kajian yang komprehensif, baik aspek administratif, teknik dan cakupan kewilayahan.

"Rinciannya adalah berdasarkan keputusan Kepala daerah, dan DPRD mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi (Keputusan Gubernur + Keputusan DPRD ) dan selanjutnya rekomendasi dari Mendagri untuk di setujui Presiden. Apakah pak Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Anis Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) beserta DPRD propinsi mau menyetujui dan mengusulkan?," tanyanya lagi.

Meski demikian, Machrul tidak ingin berspekulasi alasan orang nomor satu di Kota Bekasi itu ingin bergabung dengan DKI Jakarta dengan nama Jakarta Tenggara. Berdasarkan histori, Kota Bekasi ingin cerai dari wilayah cakupan Jawa Barat lantaran ngotot meminta ambil alih pengelolaan SMA/SMK.

Sebab, sejak 2017 Pemprov Jawa Barat telah mengambil alih pengelolaan SMA/SMK dalam UU 23/2014. Machrul sendiri menganggap jika pengambil alihan pengelolaan SMA/SMK adalah Kewenangan Pemerintah Provinsi, bukan kemauan pribadi Gubernur.

"Jadi revisi dulu UU-nya. Jika Pemerintah Kota Bekasi ingin menggratiskan SMA/SMK dengan tidak berbenturan dengan UU 23 /2014 adalah dengan memberikan stimulasi biaya pendidikan kepada masing-masing siswa-siswi SMA/SMK dengan mentransfer dana yang dibutuhkan untuk SPP, lansung ke Rekening Siswa/i SMA/SMK tersebut. Nanti dari Siswa/i membayarkan ke sekolahnya masing-masing," kata dia.

Baca Juga: Nasi Lemak Taste of Malaysia Manjakan Lidah Penikmat Kuliner di Jakarta

Disisi lain, Pemerintah Kota Bekasi ia gambarkan kecewa kepada Pemprov Jawa Barat lantaran hanya mendapatkan 30 persen. Yang diketahuinya, Pemkot Bekasi ngotot kepada Pemprov Jabar untuk membagi keuntungan dalam Pajak Kendaraan yang telah disetorkan kepada Jawa Barat dari Kota Bekasi.

"Pajak Kendaraan Bermotor didalam UU 28/2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah adalah Kewenangan Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kota/Kab mendapat bagian sebesar 30 persen dari Pajak Kendaraan Bermotor tersebut. Jika ingin mendapatkan bantuan keuangan lebih besar lagi dari Pemprov Jabar, Kepala Daerah dapat mengusulkan anggaran Pembangunan sesuai dengan mekanisme peraturan Perundang-undangan," katanya.

Rahmat Effendi menjawab

Terkait itu, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi menilai Machrul Falak berlebihan soal pertanyaan bangkrutnya keuangan Kota Bekasi. Malahan orang nomor satu di Kota Bekasi ini menyebut jika kadernya sedang mencuri perhatian.

"Biasa cara berpikirnya dan bisa juga sedang mencari panggung," kata Rahmat Effendi dalam pesan singkatnya.

Rahmat membantah keras jika kondisi keuangan Kota Bekasi dalam massa tidak stabil. Mengenai hal itu ia membuka lebar kepada kadernya untuk datang secara langsung ke Kantor Pemerintah Kota Bekasi.

"Datang saja ke Pemkot (Bekasi) dan check dengan BPKP, BPK. Aneh-aneh saja," kata dia.

Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah

Load More