Andi Ahmad S
Minggu, 24 Agustus 2025 | 19:44 WIB
Keindahan Alam di Malasari Bogor Saat Tour de Malasari [Suara/HO Pemkab]

SuaraJabar.id - Saat ratusan atlet sepeda dari seluruh Indonesia berjuang menaklukkan tanjakan terjal di Tour de Malasari, Sabtu (23/8/2025), mereka tidak hanya sedang memperebutkan gelar juara.

Tanpa disadari, setiap kayuhan pedal mereka adalah bagian dari sebuah cetak biru (blueprint) ambisius yang dirancang Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengubah nasib Desa Malasari dari kawasan terpencil menjadi pusat ekonomi baru berbasis sport tourism.

Di balik kemeriahan dan peluh para peserta, event Kejuaraan Nasional (Kejurnas) ini adalah sebuah pertaruhan strategis.

Ini bukan lagi sekadar tentang promosi wisata, melainkan tentang bagaimana sebuah event olahraga dapat menjadi mesin penggerak kebangkitan ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Bagi Pemkab Bogor, Tour de Malasari bukanlah tujuan akhir, melainkan titik awal. Keputusan untuk mendaftarkannya sebagai agenda rutin dalam kalender Kejurnas ISSI adalah langkah krusial.

Ini menjamin adanya arus kunjungan, perhatian media, dan perputaran uang yang konsisten setiap tahunnya.

Bupati Bogor, Rudy Susmanto, mengisyaratkan visi jangka panjang ini. "Insyaallah di tahun berikutnya di seri Kejurnas diselenggarakan rutin di Kabupaten bogor," katanya.

Pernyataan ini bukan sekadar janji, melainkan fondasi untuk membangun sebuah ekosistem pariwisata yang permanen di sekitar Malasari. Dengan event tahunan, investor dan masyarakat lokal memiliki kepastian untuk mulai berbenah dan berinvestasi.

Bupati Bogor, Rudy Susmanto Beserta Jajaran Pemkab Bogor di Acara Tour de Malasari [Egi/Suarabogor]

Keberhasilan blueprint ini bertumpu pada "Formula Malasari", yaitu kemampuan untuk mengemas tiga aset unik menjadi satu paket yang tak tertahankan:

Baca Juga: Duel Parang Maut di Jasinga: WS Tewas dengan Luka 20 Cm Tembus Paru-paru, AF Jadi Tersangka

Kekuatan Alam Liar: Berada di jantung Taman Nasional Gunung Halimun Salak, rute ini menawarkan pemandangan alam murni yang belum banyak terjamah. Ini adalah nilai jual utama bagi para pencari petualangan dan kaum urban yang jenuh dengan Puncak.

Sentuhan Sejarah Kolonial: Lintasan yang membelah perkebunan teh peninggalan era Belanda memberikan narasi dan pengalaman historis yang mendalam. Ini bukan sekadar gowes, tapi perjalanan melintasi waktu.

Tantangan Adrenalin: Status Kejurnas menjamin kualitas dan tingkat kesulitan rute, menarik para atlet sepeda serius dari seluruh Indonesia untuk menguji batas kemampuan mereka.

"Berada di tengah perkebunan Teh yang sudah berdiri dari era jaman kolonial Belanda. Tentunya ini menjadi sebuah momentum sesuai dengan slogan tag line kita, kuta udaya wangsa, pusat kebangkitan bangsa," jelas Rudy, menggarisbawahi perpaduan aset ini.

Di sinilah blueprint ini diuji. Kehadiran hampir 400 atlet dari berbagai provinsi seperti Jawa Timur, Jambi, hingga Kalimantan, beserta tim ofisial dan penonton, secara otomatis menciptakan efek domino ekonomi yang langsung dirasakan warga.

  • Akomodasi: Penginapan lokal dan homestay milik warga terisi penuh.
  • UMKM: Warung makan, penjual kopi, pedagang oleh-oleh, hingga jasa parkir dadakan merasakan lonjakan omzet signifikan.
  • Tenaga Kerja Lokal: Warga dilibatkan sebagai panitia lokal, marshall, atau penyedia jasa lainnya.

Pekerjaan rumah terbesar Pemkab Bogor adalah menjaga momentum ini.

Load More