Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 11 September 2019 | 15:32 WIB
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. (Suara.com/Chyntia Sami Bhayangkara)

SuaraJabar.id - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi masih ngotot ingin menggabungkan wilayah Kota Bekasi dengan DKI Jakarta.

Bahkan, saat ini Rahmat sudah menyiapkan tim khusus untuk membahas penggabungan Kota Bekasi dengan DKI Jakarta.

"Rencana pembentukan tim khusus sudah ada, timnya sudah saya siapkan, tapi masih dalam kajian, sekaligus mengkaji regulasi yang ada," katanya kepada Suara.com, Rabu (11/9/2019).

Disinggung soal referendum seperti yang didorong DPRD Kota Bekasi, menurut Rahmat, tidak diperlukan.

Baca Juga: Tak Setuju Bekasi Gabung ke Jakarta, Sutiyoso Sarankan Ini

"Tidak perlu (referendum), kalau mau jadi negara sendiri baru referendum, kayak Timor Timur," ujarnya.

Ia menjelaskan, jika didorong referendum akan lebih sulit. Soalnya, harus mengubah Undang-undang Jawa Barat, Undang-undang DKI dan Undang-undang Nomor 9 tentang berdirinya Pemerintah Kota Bekasi pada tahun 1996.

"Panjang ceritanya, tapi keinginannya kuat (gabungkan Kota Bekasi dengan DKI Jakarta)," katanya.

Rahmat mengungkapkan, dalam pembentukan tim khusus itu, nantinya akan ada beberapa wacana regulasi yang digulirkan.

Contohnya, tetap mengadakan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Baca Juga: 5 Berita Heboh: Poster Keluarkan Monyet Dari NKRI Sampai Jakarta Tenggara

"(Jangan takut DPRD-nya hilang), ya nanti dibicarakan kalau bisa pileg. Sekarang pun dengan Jawa Barat kan bisa pileg. Wali kotanya? Kalau bisa pilkada nanti ketika masuk DKI," katanya.

Rahmat juga meminta kepada sejarawan agar tidak takut dengan kehilangan nama Bekasi. Soalnya, ada beberapa opsi yang akan di ajukan nanti jika bergabung dengan DKI Jakarta.

"Kan masih ada Kabupaten Bekasi. Ya, namanya kan tidak harus DKI Jakarta Tenggara, bisa jadi DKI Bekasi, DKI Kota Bekasi kan, whatever (terserah) lah semuanya kan di susun regulasinya," ucapnya.

Rahmat juga meminta masyarakat tidak khawatir soal gabungnya Kota Bekasi ke Jakarta dengan pemindahan wilayah Ibu Kota Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Pertanyaannya nanti biasa, Jakarta nanti sepi? Ya enggak lah, trademark (brand) Jakarta sudah mendunia, enggak mungkin. Tidak semudah itu memindahkan pusat ekonomi ya, tiba-tiba ikut ke Kalimantan atau daerah lain ya. Butuh bertahun-tahun lah, ukurannya Jakarta berkembang ini kan republik, usai saat ini 74 tahun, Jadi begitu cara berfikirnya," beber Rahmat.

"Lihat saja Kuala Lumpur dengan Putra Jaya (Malaysia), ekonominya tidak ada yang dibawa ke Putra Jaya," sambungnya.

Disamping itu, Rahmat menuturkan ada beberapa alasan Kota Bekasi masuk dalam wilayah pusat ekonomi di Indonesia itu.

Salah satunya adalah pemasukan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Kota Bekasi ke Provinsi Jawa Barat yang dananya masuk kembali ke Kota Bekasi hanya 30 persen.

"Sekarang gini kalau kita berharap ekspetasinya, dengan Jawa Barat kita sudah melewati Jawa Barat. Lewati Bandung juga, kita lebih tinggi, inflasi kita lebih rendah, APBD nya juga besar (disamping) kebutuhannya (Kota Bekasi) besar," jelas dia.

Dengan demikian, dari segi ekonomi Kota Bekasi bisa masuk dalam pusat perekonomian di Indonesia.

"Setiap Jumat, Sabtu, Minggu, Google Map kita kan merah semua, itulah mengapa penghasilan kita cukup besar kesanah (Jawa Barat)," katanya.

Selain sejalan dengan perekonomian, Kota Bekasi dan Jakarta juga mempunyai kesamaan dari segi kultur budaya, kuliner sampai sejarah dan dalam persepktif tata ruang.

Karena alasan itu pula Rahmat memilih bergabung dengan DKI Jakarta kembali ketimbang gabung dari gagasan Wali Kota Bogor dan Bupati Bogor, Bima Arya dan Ade Yasin yang ingin membentuk Provinsi Bogor Raya.

Pembentukan Provinsi Bogor Raya itu kata dia meliputi wilayah Cianjur, Sukabumi, Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.

Menurut Rahmat, gagasan Bima Arya dan Ade Yasin hanya untuk melakukan pemekaran wilayah yang di mulai dari Kabupaten Bogor. Dengan alasan, wilayah bogor yang kecil dan tak sebanding dengan ekspektasi kebutuhan masyarakatnya yang besar.

Sementara, Kota Bekasi menolak bergabung lantaran mempunyai historis dengan DKI Jakarta. Kata Rahmat, sebelum mejadi Bekasi, pada saat jaman revoluasi, Bekasi merupakan bagian dari Jakarta, Karesidenan Jatinegara.

"Kultur budaya dan bahasa kita ikut DKI, dan pada saat jaman (penjajahan) Jepang ada sebuah dokumen kalau Karesidenan Jakarta itu dari Citarum sampai dengan Cisadane. Tahun 1950-an kan berubah menjadi Bekasi. Sekarang usia Kabupaten Bekasi kan 69 tahun, 69 tahun yang lalu, pada saat ada warga berbondong-bondong depan Kodim Tugu monumennya di Jalan Pramuka-Veteran, Bekasi Selatan, berubahlah menjadi Kabupaten Bekasi. Tahun 1976 wilayah kita diambil Cilincing sama Cakung, diambil menjadi Jakarta kita di kasih stadion ini (Patriot Candrabhaga). Stadion itu sebenarnya lama dan kita bongkar baru," katanya.

Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah

Load More