SuaraJabar.id - Era baru pengelolaan sampah di Jawa Barat ada di depan mata. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat secara resmi menargetkan untuk menghapus total sistem penimbunan sampah terbuka (open dumping) di seluruh wilayahnya pada akhir 2025.
Sebagai gantinya, sebuah teknologi inovatif bernama Refuse Derived Fuel (RDF) akan menjadi tulang punggung revolusi pengelolaan sampah di provinsi ini.
Langkah ambisius ini diambil sebagai jawaban atas krisis sampah yang telah lama menghantui, terutama dengan status Jawa Barat sebagai provinsi dengan volume sampah terbesar kedua di Indonesia.
Ini bukan sekadar wacana, melainkan sebuah peta jalan konkret untuk mengubah masalah menjadi peluang.
Bagi sebagian besar masyarakat, tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah pemandangan yang tak sedap dan sumber masalah. Namun, dengan teknologi RDF, paradigma itu akan diubah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa RDF adalah angin segar yang akan mengubah wajah pengelolaan sampah.
Teknologi ini mengolah sampah yang semula hanya dibuang dan ditimbun, menjadi bahan bakar alternatif berbentuk briket atau serpihan yang memiliki nilai kalor tinggi.
"Dengan RDF sampah yang semula dibuang begitu saja dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti batu bara, utamanya untuk kebutuhan industri seperti semen dan energi," jelas Herman.
Artinya, sampah yang selama ini menjadi beban, kini bisa menjadi komoditas yang dicari industri, menciptakan sebuah siklus ekonomi baru.
Baca Juga: 4 Fakta Terbaru Ledakan Pertamina Subang: Ribuan Rumah Tanpa Gas Hingga Janji Ganti Rugi
TPA Cimenteng Sukabumi, Bukti Nyata Sampah Bisa Jadi 'Pabrik Uang'
Untuk membuktikan bahwa konsep ini bukan isapan jempol, Pemprov Jabar menunjuk TPA Cimenteng di Kabupaten Sukabumi sebagai proyek percontohan (pilot project) yang sukses.
TPA yang resmi beroperasi penuh sejak akhir Juli lalu ini telah menjadi model ideal bagaimana RDF seharusnya berjalan.
Kunci keberhasilannya, menurut Herman, terletak pada kolaborasi cerdas dengan pihak industri sebagai penjamin pasar (offtaker).
"Kuncinya itu di kerja sama. Seperti di Sukabumi, pengelolaan RDF dilakukan langsung oleh offtaker-nya, PT Semen Jawa. Ini model replikasi yang ideal untuk daerah lain," ujar Herman.
Model bisnis ini terbukti tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga menguntungkan.
Tag
Berita Terkait
-
4 Fakta Terbaru Ledakan Pertamina Subang: Ribuan Rumah Tanpa Gas Hingga Janji Ganti Rugi
-
Ibu dan Bayi Ditahan Viral, Publik: Sudah Bener Kibarkan Bendera One Piece
-
Subuh Mencekam di Subang, Ketenangan Warga Terpecah oleh Ledakan dan Kobaran Api di Sumur Pertamina
-
Ledakan Sumur Minyak Pertamina Subang Viral, Warga Panik Rekam Api Membumbung Tinggi
-
Larang Study Tour Dedi Mulyadi, DPR: Kasihan Anak SMK, Nanti Buta Dunia Industri
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Kementerian PU Janjikan Jembatan Permanen Usai Fase Darurat di Aceh
-
Denyut Nadi Ekonomi Bireuen Aceh Berangsur Pulih Pascabencana
-
Kasih Palestina Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera dan Korban Perang Gaza
-
BRI Dorong Inklusi Investasi dengan Fitur Reksa Dana di Super Apps BRImo
-
Bukan Sekadar Bangunan, Begini Cara Rudy Susmanto Menghidupkan Masjid Raya Pakansari