Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Sabtu, 14 September 2019 | 16:31 WIB
Master Pandai besi Indonesia sekaligus penggagas Pijar Komunitas Menempa Indonesia, Ibnu Pratomo menunjukkan hasil karyanya berupa Kujang dan pisau, di kediamannya, Jalan Kudus, Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2019). [Suara.com/Aminuddin]

SuaraJabar.id - Ibnu Pratomo, 42 tahun, tampak rikuh saat menyodorkan kedua tangannya untuk bersalaman dengan Suara.com di workshop Pijar Komunitas Menempa Indonesia, Jalan Kudus, Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2019). Kedua telapak tangannya tampak kehitaman lantaran aktivitasnya sebagai pandai besi.

"Aduh punten, ini kotor tangannya. Biasa, habis beres-beres," begitu kata Ibnu saat ditemui Suara.com di workshopnya.

Ibnu merupakan penggagas Pijar Komunitas Menempa Indonesia. Bagi seorang pandai besi, tangan belumur noda kehitaman menjadi niscaya. Bahkan, saat dia masih sering aktif di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Ibnu dan koleganya yang sama-sama memiliki ketertarikan terhadap menempa logam dijuluki 'Kelompok Tangan Hitam'.

Ketertarikan Ibnu bergelut di bidang penempaan logam berawal saat dia masih aktif sebagai mahasiswa program sarjana Seni Rupa FSRD, ITB, pada akhir 90-an. Melahap bangku perkuliahan seni rupa, tidak sejalan dengan minat Ibnu yang kala itu justru tertarik untuk membuat sebilah pisau.

Baca Juga: Gudang Amunisi yang Meledak Ternyata Berbatasan Langsung Dengan Permukiman

Namun, kata dia, jalan hidup memang terkadang mengejutkan. Bergumul dengan paron, martir dan tungku pembakaran menjadi kegiatan sehari-hari Ibnu. Entakan keras martir yang menempa sebilah logam di punggung paron menjadi menu wajib baginya.

Perjuangan Ibnu memilih berkarya di bidang penempaan logam tentu bukan perkara mudah. Apalagi, pandai besi memang jauh dari populer. Berbekal otodidak, Ibnu mengawali proses penempaan dengan alat alakadarnya. Dia membuat tungku api sendiri dengan cara menggali tanah.

"Ya awalnya tahun 99-an kan saya otodidak, bikin tungku menggali tanah sendiri, blowernya dikasih pipa, palu dan capit punya satu," terangnya.

Menurutnya, kemauan menjadi peranti utama dalam memuluskan impiannya menjadi seorang pande yang terus ditempa dari waktu ke waktu.

Ibnu sempat ingin berpaling dari kegiatannya mengayunkan martil, tapi niatnya itu gagal. Ia bercerita, ketika rampung menyelesaikan studi sarjana di Seni Rupa ITB, ia berniat melanjutkan sekolahnya ke Jerman, guna memperdalam ilmu printmaking.

Baca Juga: Sampai ke Dealer, Toyota Calya Facelift Dibanderol Mulai Rp 144 Juta

Namun, dia tak jadi berangkat ke Jerman dan lebih memilih melanjutkan studi pasca sarjana di Seni Rupa ITB, setelah bertemu dengan guru besar ITB, Nang Primadi Tabrani. Kala itu, Ibnu yang sedang demam dengan penempaan tersulut oleh pembicaraan Primadi tentang sejarah Nusantara.

Load More