Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 27 November 2019 | 16:09 WIB
Gedung DPRD Kabupaten Bekasi. (Suara.com/Mochamad Yacub Ardiansyah)

SuaraJabar.id - Mekanisme pemilihan Wakil Bupati Bekasi untuk sisa jabatan periode 2022 diprotes, lantaran terindikasi tak transparan. Protes tersebut datang dari tokoh masyarakat Soleh Jaelani.

Dia mencurigai adanya kongkalikong antara panitia pemilihan (Panlih) yang dibentuk DPRD Kabupaten Bekasi dengan salah satu nama yang masuk dalam bursa kandidat. Terlebih lagi, kata dia, dua calon yang akan menduduki jabatan wakil bupati di Kabupaten Bekasi itu tidak mengikuti proses seleksi administrasi sesuai aturan.

"Saya pada prinsipnya kembalikan pada mekanisme pemilihan tahun 2017 kemarin. Kan yang mempunyai hak itu koalisi parpolnya," kata Soleh, Rabu (27/11/2019).

Sejauh ini, diakui Soleh, partai pengusung Neneng Hasanah Yasin dan Eka Supri Atmadja pada Pilkada 2017 adalah Partai Golkar, Nasdem, Hanura dan PAN. Keempat partai tersebut telah menyerahkan sejumlah nama masing-masing calon yang akan mendampingi Bupati Eka Supria Atmaja.

Baca Juga: Ditanya Pilih Jakarta atau Bogor? Bupati Bekasi: Kami Belum Mau Bersikap

Dalam pendaftaran yang dibuka Partai Golkar, sedikitnya terdapat 13 calon yang telah didaftarkan. Kekinian mengerucut pada dua nama, yaitu Ahmad Marzuki dan Tuti Yasin.

Tuti Yasin merupakan adik kandung dari Eks Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam skandal suap Meikarta. Sementara Ahmad Marzuki merupakan calon yang juga diusung oleh partai berlambang pohon beringin itu.

"Kalau mau fair, kan ada 13 yang daftar di Golkar itu. Kalau mau, berlakukan fit and proper test-nya secara terbuka. Jadi masyarakat bisa tahu, jangan ujug-ujug muncul dua nama, tanpa adanya tahapan proses kemarin. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan," bebernya.

Untuk itu, dia mengusulkan agar partai koalisi, terutama Partai Golkar untuk kembali menjalankan proses seleksi di internal partai dengan mekanisme yang benar. Sebab dari informasi yang diterimanya, selain dua nama rekomendasi tersebut, ada beberapa nama yang ikut mendaftar jadi wakil bupati.

"Tapi mengaku tidak dilibatkan dalam penyeleksian yang jelas," katanya.

Baca Juga: Bupati Bekasi Lama Terima Suap, Ridwan Kamil Nasihati Bupati Baru Hati-hati

Sementara itu, Demisioner Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi Arif Rahman Hakim mengakui belum ada proses penyeleksian wakil bupati yang sesuai dengan mekanisme.

Ia membeberkan, munculnya dua nama itu merupakan rekomendasi dari DPP. Namun, sepenuhnya juga atas campur tangan DPD Partai Golkar Jawa Barat. Dikemukakannya, selama ini di internal Golkar, belum pernah diadakan rapat terkait munculnya dua nama tersebut.

"Di Golkar, munculnya dua nama menurut saya tidak melalui mekanisme yang benar, karena belum ada proses seleksi. Gak pernah ada rapat pengurus soal penyeleksian ini. Kita berharap seleksi itu dibentuk sesuai proses," beber dia.

Disamping itu, Arif juga menyoroti soal keputusan Panlih bentukan DPRD Kabupaten Bekasi yang dikomandoi Anggota DPRD Kabupaten Bekasi Mustakim. Menurutnya, Mustakim terkesan tergesa-gesa memilih wakil bupati. Sebab, Panlih telah membuat jadwal dan dipaksakan tanggal 30 Desember 2019 sudah pelantikan wakil bupati.

"Ini kan luar biasa, ada apa ini DPRD. Kan sudah seringkali Pak Bupati bilang rekomendasi dari mitra koalisi kan belum mengerucut ke dua nama, di Partai Golkar sendiri ada usulan satu nama lagi setelah dari DPP muncul dua nama," kata dia.

Untuk itu, ia berharap agar panitia bentukan DPRD ini tidak terkesan terburu-buru dengan alasan demi kemajuan dan kebaikan Kabupaten Bekasi. Harusnya, Panlih ini bersikap pasif saja.

"DPRD itu panitianya, panitia pasif bukan panitia aktif, beberapa komentar saya lihat meminta Bupati segera serahkan nama, bila tidak nanti diancam bakal dilaporkan ke Gubernur. Kan melalui mekanisme undang-undang, yang mengantarkan pak bupati," ungkapnya.

Terpisah, Bupati Bekasi Eka Supri Atmadja mengatakan, sejauh ini dirinya masih menunggu keputusan partai koalisi terkait usulan nama-nama yang akan disodorkan ke DPRD Kabupaten Bekasi.

"Saya masih menunggu keputusan partai koalisi yang juga sebagai partai pengusung," katanya.

Eka mengatakan, belum diterimanya nama-nama calon bupati itu karena belum ada kesepakatan antarpartai koalisi. Sebab, proses penetapan wakil bupati juga digelar di paripurna dewan.

"Yang penting kalau sudah terpenuhi semuanya kita serahkan ke dewan," tuturnya.

Untuk diketahui, kursi Wakil Bupati Bekasi saat ini masih kosong setelah Neneng ditangkap KPK. Eka yang sebelumnya menjabat Wakil Bupati Bekasi, naik menjadi bupati dan dilantik menjadi bupati definitif pada Rabu (12/6/2019) di Bandung.

Kontributor : Mochamad Yacub Ardiansyah

Load More