SuaraJabar.id - Suasana di Kampung Baeud, Desa Samida, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut seketika berubah menjadi mencekam pasca pemberlakuan karantina di dua Rukun Warga (RW) di kampung itu.
Dua RW di Kampung Baeud dikarantina setelah seorang warganya yang pulang dari Banten dinyatakan positif Covid-19. Setelah itu menyusul tujuh warga lain yang dinyatakan terinfeksi Covid-19.
Baeud seketika berubah seperti kampung mati. Jalanan kampung jadi sepi, pasalnya semua warga memilih berdiam diri di rumah.
Kegiatan ekonomi warga pun jadi terbatas, pedagang dan perajin tak boleh lagi berjualan keluar kampung. Akibatnya aktivitas ekonomi warga pun terhambat.
Sekretaris Desa Samida Bambang menuturkan, di luar dampak ekonomi yang bisa dihitung, ada dampak lain dari Covid-19 yang pengaruhnya lebih besar menyangkut psikologis warga Baeud dan warga luar Baeud.
"Warga luar Kampung Baeud jadi takut dan tidak mau berhubungan dengan kami. Padahal masa karantina telah selesai," ujar Bambang pada Ayobandung.com-jaringan Suara.com beberapa waktu lalu.
Karena diskriminasi ini, pedagang asal Kampung Baeud sempat kesulitan saat berjualan. Selain warga asli, diskriminasi juga terjadi pada perangkat Desa Samida.
Bambang mengatakan, kondisi ini membuat ia dan warga Kampung Baeud merasa tidak nyaman. Lantaran diskriminasi tersebut sering berujung pada fitnah yang menyakitkan hati.
"Sering ada warga luar yang bilang, jangan gaul sama warga Baeud, nanti tertular corona," ujar Bambang.
Baca Juga: Aktivis Anti Masker Jadi Tersangka Jemput Paksa Jenazah Covid-19
Beruntung Kampung Baeud cepat pulih dari status zona hitam, dan telah kembali menjadi zona hijau, sehingga lambat laun warga luar mulai bisa menerima warga Baeud.
Kepala Kampung Pasir Ujang Syarifudin membenarkan sempat terjadinya diskriminasi terhadap warga Kampung Baeud. Ia mengakui diskriminasi tersebut muncul karena rasa takut tertular Covid-19.
Bahkan perasaan takut itu pernah ia rasakan sendiri. Namun statusnya sebagai perangkat desa membuat Ujang harus ikut membantu warga Baeud menjalani proses karantina.
"Ya saya juga takut tertular. Tapi karena saya bagian dari Tim Satgas Covid-19 di Desa Samida, mau tidak mau saya harus berjaga di Posko dan membantu warga Baeud memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu Ujang melihat Covid-19 tidak berdampak fatal bagi kesehatan warga Baeud. Buktinya dari delapan warga yang positif Covid-19, semuanya berhasil sembuh kembali. Maka lambat laun rasa takutnya pun hilang.
Sementara itu, pedagang alat-alat rumah tangga di RT3 RW1 Kampung Baeud, Cucu (52) menuturkan, meski sudah memasuki masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) warungnya masib sepi pengunjung. Jarang sekali ada pembeli yang mau mampir membeli barang dagangannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
Pilihan
-
Patrick Kluivert Bongkar Cerita Makan Malam Terakhir Bersama Sebelum Dipecat
-
Dear PSSI! Ini 3 Pelatih Keturunan Indonesia yang Bisa Gantikan Patrick Kluivert
-
Proyek Sampah jadi Energi RI jadi Rebutan Global, Rosan: 107 Investor Sudah Daftar
-
Asus Hadirkan Revolusi Gaming Genggam Lewat ROG Xbox Ally, Sudah Bisa Dibeli Sekarang!
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
Terkini
-
Dedi Mulyadi: 86.000 Orang Lamar Kerja Lewat Aplikasi Nyari Gawe
-
Dedi Mulyadi: Patimban Harus Jadi Motor Ekonomi Baru Jawa Barat
-
Ramalan BMKG Bikin Merinding: Curah Hujan Tinggi Ancam Cianjur
-
Mengurai Benang Kusut Pengangguran Bekasi Lewat Daur Ulang Plastik, Kunci dari Pabrik Hyundai?
-
Desa Penghasil Pajak di Jawa Barat Jadi Prioritas Dedi Mulyadi