SuaraJabar.id - 28 Oktober 1928 lalu, pemuda di zaman perjuangan kemerdekaan berikrar untuk mengusir penjajah meski harus mengorbankan nyawa. Tujuannya jelas, agar mereka dapat hidup merdeka dan bisa menentukan masa depan mereka sendiri.
Tapi tahun ini, sebagian pemuda di era milenial berikrar untuk bergabung bersama buruh dan elemen rakyat lainnya untuk menentang Omnibus Law UU Cipta Kerja. Mengapa? Karena mereka menganggap UU Cipta Kerja sebagai bentuk penjajahan baru.
"Menyerukan buat pemuda-mahasiswa turun lagi bersama buruh dan tani," ujar Alvie dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bandung Raya kepada Suarajabar.id, Senin (26/10/2020).
Alvie mengimbau pemuda dan mahasiswa tidak melakukan aksi sendiri-sendiri. Ia juga meminta pemuda dan mahasiswa dapat tunduk pada komando buruh.
Baca Juga: Uji Materi UU Cipta Kerja, Sekjen MUI ke MK: Buktikan Independensi!
"Jangan aksi sendirian. Karena kalo aksi sendirian, gak akan berdampak dan berefek apa-apa. Yang bisa memberikan dampak signifikan terhadap negara itu buruh dan tani soalnya, bukan pemuda-mahasiswa," tegasnya.
Sebelumnya, Ijal, Penanggung Jawab Fraksi Pemuda, Mahasiswa, dan Pelajar Forum Rakyat Membatalkan Omnibus Law (FORMO) mengatakan, ada beberapa hal yang mendorong pemuda untuk turun ke jalan.
Pertama kata dia, sebagian besar pemuda, mahasiswa hingga pelajar yang turun ke jalan memiliki orang tua yang bakal terimbas langsung Omnibus Law.
"Sebagian besar mahasiswa dan pelajar mempunyai orang tua yg notabene merupakan kelas buruh dan kaum tani, dua sektor itu yg paling terdampak Omnibus Law," ujar Ijal kepada Suarajabar.id, belum lama ini.
Kedua lanjut dia, di dalam pasal 65 UU Cipta Kerja versi 812 halaman mengatur mengenai liberalisasi pendidikan. Ini jelas berpengaruh terhadap nasib pelajar dan mahasiswa.
Baca Juga: KPK Kirim Terpidana Rahadian Azhar ke Lapas Sukamiskin Bandung
"Institusi pendidikan akan diberikan legalitas yang sama dengan legalitas pengadaan izin berusaha, dengan demikian lembaga atau institusi pendidikan akan berstatus perusahaan, ini kan bentuk komersialisasi pendidikan," tegasnya.
Pihaknya juga menilai Omnibus Law melegalkan fleksibilitas pasar tenaga kerja. Salah satunya pemberlakuan magang selama dua semester tanpa mendapatkan upah bagi mahasiswa.
"Ini juga seperti menunjukkan bahwa institusi pendidikan menjadi institusi yang mereproduksi tenaga kerja cadangan," ungkapnya.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Cerita Stefano Lilipaly Diminta Bela Timnas Indonesia: Saya Tidak Bisa
- Ibrahim Sjarief Assegaf Suami Najwa Shihab Meninggal Dunia, Ini Profilnya
- Siapa Pembuat QRIS yang Hebohkan Dunia Keuangan Global
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
- 9 Rekomendasi Mobil Bekas Harga Rp 30 Jutaan, Mesin Bandel Dan Masih Banyak di Pasaran
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Kamera 200 MP Mulai Rp3 Jutaan, Gambar Tajam Detail Luar Biasa
-
5 HP Murah Kamera 108 MP, Harga Mulai Rp1 Jutaan Hasil Foto Tak Ada Lawan
-
Oh Nasibmu MU: Tak Pernah Kalah, Sekali Tumbang Justru di Laga Final
-
Tottenham Hotspur Juara Liga Europa, Akhiri 17 Tahun Puasa Gelar
-
5 Rekomendasi Skincare Wardah Terbaik, Bahan Alami Aman Dipakai Sehari-hari
Terkini
-
Modus Baru Peredaran Narkoba Terbongkar di Bandara SIM, AG Asal Bogor Bawa 1 Kg Sabu
-
Ricuh! Acara Masak Besar Bobon Santoso di Bandung Panen Copet, Jurnalis Turut Jadi Korban
-
Ada Apa dengan Pekerja KAI? SP-KAI Bongkar Isu Kesehatan dan Keadilan di Depan DPR RI
-
BNI Gandeng BUMDes Yogyakarta untuk Perkuat Ketahanan Pangan dan Pemerataan Ekonomi Desa
-
Reaksi Kocak Anak Kecil Saat Ada Dedi Mulyadi Bicara Soal Barak Militer: Aku Mau Makan