Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 25 November 2020 | 13:47 WIB
ILUSTRASI. Upacara memperingati Hari Guru di Kementerian Pendidikan di Jakarta, Selasa (25/11).

Gaji honornya dari mengajar, hanya Rp500 ribu setiap bulan. Tak ada tunjangan profesi, prestasi maupun tunjangan daerah. Namun, mengajar baginya bukan cara untuk mendapatkan uang, melainkan sebuah panggilan jiwa.

Semangat perjuangannya itu diakui Joyo didapatkan dari almarhum ayahnya, Raswin, seorang pensiunan guru. Juga dari pengajian rutinan yang diikutinya. Sebagai warga Nahdliyyin, ia mengasah rohaninya bersama Jamiyyah Yassinan di kampungnya.

Mengajar baginya adalah menemukan keberkahan hidup. Terbukti dari tiga anaknya Elanika, Dede Riski, dan Dapa Surya Rahman, semua bisa bersekolah. Anaknya yang sulung kini sudah duduk di kelas X SMA.

Wajah-wajah polos anak-anak sekolah dasar itu selalu memompa semangatnya agar segera sampai di sekolah. Pukul 05.30 WIB ia sudah melaju di atas motor bebeknya. Sekali pun kediamannya paling jauh, Joyo seringkali yang datang pertama di sekolah. Mendidik adalah panggilan hidup yang sudah mendarah daging. Jarak bukan lagi halangan baginya.

Baca Juga: 7 Catatan dari Guru untuk Menteri Nadiem di Hari Guru Nasional

Anak-anak memanggilnya Pak Joyo. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia dibantu Karsem, istrinya, yang berdagang di rumah dan membuka kantin di sebuah sekolah menengah di Tukdana.

Selesai mengajar, Joyo singgah dulu untuk menutup kantin yang dikelola istrinya. Pukul 14.30 ia melanjutkan perjalanan ke pasar Tukdana untuk berbelanja kebutuhan warung istrinya.

Sampai pukul 20.00 ia membantu menyiapkan warung dan kantin. Lalu jam 02.00 ia sudah terjaga, membantu istrinya memasak penganan untuk dijual keesokan harinya.

Dan ketika masa pandemi tiba, kehidupan Joyo ikut terguncang. Sekolah diliburkan. Ia tak bisa mengajar dan istrinya pun tak bisa berjualan di kantin. Mereka hanya bergantung pada warung kecil di rumah.

Dalam kondisi seperti ini, inspirasi Joyo adalah ibunya. Rasiyem adalah seorang perempuan tangguh yang tak lelah bekerja.

Baca Juga: Hari Guru Nasional, Guru Honorer di Tegal Masih Digaji Rp300 Ribu Per Bulan

“Ibu saya sampai sekarang masih kuat berjualan kerupuk di pasar Gabuswetan,” tutur Joyo.

Load More