Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Minggu, 17 Januari 2021 | 11:53 WIB
Mahasiswa STIE INABA protes skorsing sepihak. [Istimewa]

SuaraJabar.id - Sebanyak 20 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Membangun (STIE INABA), Kota Bandung diskorsing selama dua semester. Pihak kampus berdalih mereka telah melakukan pelanggaran kode etik sehingga dikenakan sanksi.

Dalam surat keputusan nomor 1/I/SK-STIE/2021 tentang Sangsi Terhadap Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa di Lingkungan STIE INABA, pada putusan poin dua memutuskan memberikan sanksi akademik berupa skorsing selama dua semester terhitung semester ganjil 2020/2021 dan semester genap 2020/2021.

Hal tersebut berdasar pada beberapa pertimbangan yakni Surat Keputusan Ketua STIE INABA No. 5/XII/SK-STIE/2020 tanggal 22 Desember 2020 Tentang Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa.

Kedua, berdasar pada Surat Rekomendasi Tim Komisi Etika Mahasiswa Nomor 01/TKEM-3/XII/2020 tanggal 21 Desember 2020 Tentang Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa STIE INABA.

Baca Juga: Akibat Pandemi, Penjualan Produk Fesyen di Bandung Turun 79 Persen

Dalam surat tersebut juga tertera surat rekomendasi dari Tim Etika Mahasiswa, yang menyatakan alasan 20 orang mahasiswa tersebut diskorsing yakni karena telah menggelar demonstrasi pada tanggal 12 Desember 2020 di lingkungan kampus.

Salah seorang mahasiswa yang ikut terkena sangsi, Muhamad Ari, mahasiswa manajemen angkatan 2017 mempertanyakan sikap kampus yang dinilai dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang.
Pasalnya alasan pelanggaran kode etik yang disangsikan kepada mahasiswa hanya karena melakukan demostrasi menuntut adanya transparansi anggaran UKT.

“Kami menilai ini tindakan sewenan-wenang, secara sepihak, tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu, kampus membungkam aspirasi mahasiswa,” ungkapnya ketika ditemui Suara.com di Bandung, Jumat (15/1/2021).

Menurut Ari, surat pemanggilan yang diberikan kepada mahasiswa juga dinilai mendadak dilakukan oleh pihak kampus. Surat keputusan dan panggilan tertanggal 8 Januari 2021 itu kemudian diberikan kepada mahasiswa pada 11 dan 12 Januari 2021.

Lalu pada Rabu (13/1/2021) mahasiswa dipanggil untuk bertemu dengan petinggi kampus.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber Yakin Pemulung Bernama Muhammad Gifari akan Jadi Imam Besar

Pada saat itulah, pihak kampus memberikan map berisi surat dan dibagikan kepada orang tua, yang didalamnya berisi tiga surat, di mana dua surat tersebut berisi soal Surat Keputusan yang tidak disertakan landasan yang jelas dan Surat Pernyataan bahwa mahasiswa tidak akan lagi melakukan tindakan pelanggaran kode etik.

Ari menjelaskan dalam proses pemanggilan tersebut, terjadi tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pihak kampus kepada mahasiswa dan orang tua, dengan pemaksaan penandatangan surat perjanjian tidak akan melanggar kode etik yang dimaksud yakni tidak akan melakukan demo terhadap kampus, tanpa ada penjelasan secara rinci mengenai pelanggaran kode etik poin berapa yang dilanggar oleh mahasiswa.

“Laporan dari mahasiswa lainnya, kalau ada intimidasi dan pemaksaan penandatangan surat, tanpa ada penjelasan secara rinci,” ungkapnya.

“Katanya karena menggelar demo beberapa kali, dan hal itu sudah dianggap keterlaluan kepada kampus,” imbuhnya.

Ari menjelaskan bahwa demonstrasi yang dilakukan kurang lebih 50
mahasiswa pada tanggal 12 Desember 2020 lalu itu merupakan aksi ketiga kalinya untuk meminta kejelasan dan transparansi anggaran UKT dari pihak kampus yang tiap tahunnya naik. Mahasiswa merasa keberatan dengan naiknya UKT tanpa ada informasi anggaran.

Selain itu, sebelum menggelar aksi, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa INABA juga telah melayangkan surat permohonan mediasi kepada kampus agar mau menemui mahasiswa untuk menjelaskan transparansi anggaran. Mahasiswa menilai ada beberapa fasilitas yang dibangun terbengkalai dan ada juga fasilitas yang tidak boleh digunakan.

“Namun beberapa kali dilayangkan tidak pernah digubris, dan tidak pernah mau menemui mahasiswa untuk memberikan penjelasan. Akhirnya kami menggelar demostrasi pada tanggal 12 Desember dari pukul 13.00 hingga 22.00 WIB di kampus,” ungkapnya.

Massa aksi sempat ditemui oleh Ketua STIE INABA Yoyo Sudaryo namun tidak ada kesepakatan kedua belah pihak. Kampus berdalih, transparansi anggaran tidak berhak diketahui dan bukan informasi umum.

“Bersikukuh tidak mau transparansi anggaran, alasannya ini bukan informasi untuk umum (tidak umum), mereka mengelak, tidak mau transparansi anggaran, kita minta dipertemukan dengan pihak yayasan,” ungkapnya.

“Namun yang mahasiswa terima yakni surat keputusan secara sepihak, yakni 20 orang diskorsing selama dua semester,” imbuhnya.

Suara.com telah mencoba menghubungi pihak kampus, yakni Plt Wakil Ketua 3 STIE INABA, Jusup Nugraha. Namun hingga berita ini ditulis, pihak kampus belum memberikan respon.

Kontributor : Emi La Palau

Load More