Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Senin, 01 Februari 2021 | 07:00 WIB
Seorang warga menunjukan retakan rumah akibatnya ledakan pembuatan Tunnel 11 yang kini sudah ditinggal pemiliknya. [Suara.com/Ferry Bangkit]

SuaraJabar.id - Dinding rumah warga di Kompleks Tipar Silih Asih, RW 13, Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengalami keretakan. Kerusakan ini diakibatkan penggunaan metode peledakan atau blasting pada pembuatan terowongan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Gunung Bohong.

Dampak penggunaan metode blasting dirasakan warga pada 2019 lalu. Kuatnya getaran dari ledakan bahan peledak yang digunakan untuk menembus Gunung Bohong membuat dinding rumah mereka mengalami keretakan.

Seperti diketahui, Gunung Bohong dijadikan objek trase KCJB oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menjadi tunnel 11. Gunung tersebut coba ditembus menggunakan metode peledakan atau blasting, yang dilakukan subkontraktor yakni PT CREC.

Lokasi proyek ini cukup dekat dengan pemukiman warga di Kompleks Tipar Silih Asih.

Baca Juga: Ayah Mabuk Hendak Bom Anak Sendiri, Berakhir Tewas Kena Ledakan

Berdasarkan pantauan Suara.com pada Minggu (31/1/2021), dari sekitar pemukiman dan sejumlah rumah warga, retakan pada dinding dan lantai itu masih ada sampai sekarang. Bahkan, ada rumah yang berdampingan retakannya tembus dari kedua rumah tersebut.

Kemudian dari arah gapura pintu masuk menuju wilayah RW 13, terdapat beberapa spanduk yang dipasang warga yang isinya menolak aktivitas blasting dan truk proyek ada di kawasan mereka.

Ada sekitar 166 Kepala Keluarga (KK) yang dihuni sekitar 450 jiwa. Mereka menghuni sekitar 120 rumah.

Ketua RW 13 Desa Laksanamekar, Rudianto mengatakan, hingga saat ini memang belum ada ledakan lagi dari aktivitas pembuatan terowongan di Gunung Bohong. Sebab, sejak peristiwa setahun lebih itu warga ngotot menolak metode yang digunakan PT KCIC dan CREC.

“Dulu kan ada 8 kali ledakan yang buat rumah warga rusak-rusak. Setelah itu sampai sekarang kami menolak. Risikonya sangat besar buat kami. Sekarang 90 persen rumah warga rata-rata ada retakan,” ujarnya kepada Suara.com, Minggu (31/1/2021).

Baca Juga: Butuh Mood Booster? 3 Wisata Alam di Bandung Barat Ini Bisa Kamu Jajal

Meski belum ada akivitas ledakan lagi, namun menurutnya dampak dari pembangunan tersebut sampai saat ini masih dirasakan warga. Ia mencontohkan, biasanya setiap hujan turun air limpahan dari arah gunung selalu masuk ke pemukiman warga.

“Nah sekarang ini malah gak ada airnya. Padahal airnya itu biasanya jernih yang mengalir ke pemukiman warga,” tuturnya.

Informasi terbaru yang didapatnya, bakal ada aktivitas peledakan lagi di titik tunnel 11.1 yang berdetakan dengan pemukiman warganya. Kondisi tersebut membuat ia dan warganya semakin khawatir.

“Warga itu sejak ledakan 8 kali pas tahun 2019 sampai sekarang masih was-was. Bahkan sampai sekarang kan rumahnya banyak yang belum diperbaiki. Terus ada juga yang memilih pindah, belum lagi ketakutan longsor,” bebernya.

Menurut mereka, solusinya jika ingin peledakan dilanjutkan, warga meminta pihak KCIC untuk memindahkan mereka dari wilayah tersebut. Artinya, aset rumah warga dibeli sepenuhnya. Sebab jika masih di sana, sementara aktivitas tidak dihentikan, warga merasa ketakutan.

“Ini kan urusannya dengan keselamatan jiwa kami,” ucapnya.

Ahmad Sanusi, Juru Bicara RW 13 yang saat itu masih menjabat Ketua RW menambahkan, dari delapan kali ledakan tahun 2019 lalu, ledakan yang paling besar dirasakan adalah ledakan ketujuh dan kedelapan.

“Saya taunya itu dari warga pada keluar rumah. Mereka lapor waktu itu ke saya. Saat itu belum sadar kalau rumah udah pada retak, teramsuk punya saya. Besoknya baru mulai kelihatan,” terangnya.

Dulunya, retakan memang lebih banyak terlihat pada dinding rumah warga, namun mulai merembet terlihat pada lantai rumah. Setelah ia mendengar dari seorang ahli geologi, ternyata tanah di wilayahnya sudah terbelah.

“Makannya sesuai ahli geologi bahwa tanah di Tipar itu sudah belah, bukan oleh alam. Sudah zona bahaya. Itu berdasarkan penelitian,” tukasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Suara.com masih mencoba untuk meminta keterangan dari pihak KCIC. [Suara.com/Ferry Bangkit]

Load More