Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Sabtu, 20 Februari 2021 | 12:00 WIB
Ilustrasi gempa. [shutterstock]

SuaraJabar.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun menyebut belum ada aktivitas Sesar Lembang yang terdeteksi sejak 2012 hingga sekarang.

Hal itu disampaikan Kepala BMKG, berdasarkan data hanya menunjukkan adanya aktivitas gempa Sesar Lembang pada 2010-2012.

Pada periode itu, tercatat ada satu gempa yang cukup merusak yakni gempa di Cisarua pada 28 Agustus 2011.

“Dalam gempa itu ada 384 rumah rusak,” jelasnya dalam webinar bertajuk Sesar Lembang, Potensi Bencana di Balik Pesona Panorama pada Jumat (19/2/2021) dilansir dari Ayobandung.com--jaringan Suara.com, Sabtu (20/2/2021).

Lokasi tepatnya ialah di Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa, Desa Pasirhalang, dan Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Gempa saat itu berkekuatan 3,3 M.

“Sejarah gempa merusak lainnya yaitu Gempa Cihideung Juni 2003 berkekuatan 5,4 M,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, saat itu seismograf (alat deteksi gempa) baru ada 6 yakni di Parongpong, Tangkuban Parahu, Ciater, Cibodas, LEM, dan Cimenyan. Namun, saat ini seismograf yang terpasang sudah ada 16.

Teguh menyoroti banyaknya gedung sekolah, perkantoran, hotel, sarana wisata, industri, dan sentra ekonomi yang terletak di sepanjang jalur Sesar Lembang. Sementara masyarakat masih kurang memahami bahaya gempa dan mitigasinya, serta jumlah bangunan tahan gempa masih sangat minim.

“Kualitas bangunan rumah kebanyakan belum memenuhi standar aman gempa,” ujar dia.

Teguh menjelaskan, Sesar Lembang terbagi menjadi 3 bagian yakni barat, tengah, dan timur. Bagian barat membentang dari Padalarang- Cisarua, bagian tengah membentang dari Cisarua-Cibodas, dan bagian barat membentang dari Cibodas-Manglayang.

“Sesar Lembang merupakan kemenerusan ujung utara Sesar Cimandiri,” tuturnya.

Sementara itu, kata dia, Mudrik R Daryono (2016) membagi Sesar Lembang menjadi 6 bagian, yakni Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundang, dan Batu Lenceng.

Guru Besar Ilmu Geoteknik Universitas Parahyangan Prof Paulus P Rahardjo menambahkan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memperlihatkan, Sesar Lembang bergeser 1-2 mm per tahun.

Gerakan ini menurutnya relatif kecil bila dibandingkan dengan Sesar Palukoro yang aktif pada 2018 di Palu. Sesar itu diketahui bergerak 38 mm per tahun.

“Kemudian aktivitas Sesar Lembang terdeteksi bertambah menjadi 3-5,5 mm per tahun. Hal ini menjadi ancaman yang baru,” ucap Paulus dalam kesempatan yang sama.

Pengaruh gempa tersebut bisa berupa perekahan tanah, getaran, gaya lateral pada bangunan, likuifaksi, dan longsor.

Sementara itu, Peneliti Ahli Muda PVMBG Ahkmad Solikhin yang juga memaparkan hasil analisis Mudrik R Daryono pada 2016 dan 2018, mengatakan potensi gempa bumi yang dihasilkan Sesar Lembang mencapai magnitudo 6,5-7,0 dengan periode pengulangan 170-670 tahun.

“Sesar Lembang mempunyai gerakan geser sinistral atau ke arah kiri,” paparnya.

Hasil analisis pergeseran sungai dan stratigrafinya menunjukkan, Sesar Lembang bergerak dengan kecepatan 1,95-3,45 mm per tahun.

Sedangkan hasil uji paritan menunjukkan bukti kejadian gempa akibat Sesar Lembang pada abad 15 (1450-1510), 2300-60 sebelum masehi, dan 19620-19140 sebelum masehi.

Berdasarkan skenario gempa magnitudo 6,8 Sesar Lembang, berikut wilayah yang akan terdampak:

  1. Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung dirasakan dengan skala VII-VIII atau berat
  2. Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang dengan skala VI-VII MMI atau sedang
  3. Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu dengan skala V-VI MMI atau ringan
  4. Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor dengan skala IV-V MMI.

Load More