SuaraJabar.id - Pantas saja harga cabai di sejumlah pasar tradisional naik drastis. Ternyata harganya sudah mahal sejak dari tingkat petani. Pemicunya adalah hasil panen yang berkurang sebagai dampak pengaruh faktor cuaca.
Termasuk di daerah penghasil cabai di wilayah Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Harga cabai rawit dari kebun saat ini berkisar Rp 80 ribu per kilogramnya.
"Memang sekarang lagi mahal, yang tanam cabai hanya segelintir orang. Saya juga hanya taman beberapa pohon untuk kebutuhan di rumah," kata Masri (55), salah seorang petani asal Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, KBB kepada Suara.com, Selasa (9/3/2021).
Masti membeberkan, cuaca saat ini menjadi membuat tanaman cabai lebih mudah terserang hama sehingga hasil panennya tidak maksimal. Selain itu, tingginya harga cabai saat ini juga disebabkan jalur distribusi yang terlalu panjang dari petani ke pasar.
Dia mengaku, mahalnya harga cabai di tingkat petani juga tidak akan mendongkrak kesejahteraan sebab stoknya terbatas.
"Kalau misalkan tanamannya banyak, pertumbuhannya subur, terus harganya stabil, pasti kita juga sejahtera. Tapi sekarang kan enggak semua lagi panen," bebernya.
Ading, petani Desa Cikidang mengatakan, sejumlah petani di wilayahnya akan segera memasuki masa panen cabai pada minggu ini. Ia mengatakan, pasokan cabai saat ini memang berkurang karena faktor cuaca.
Pada pekan ini, harga cabai di petani dijual Rp 100 ribu per kilogram, sedangkan di pasar sudah menyentuh Rp 120 ribu per kilogram. Dia berharap, dengan rencana panen yang akan dilakukan pada pekan ini bisa menambah pasokan di pasar sehingga harga cabai bisa kembali normal.
"Mudah-mudahan harganya segera turun, soalnya mau harganya mahal atau murah, enggak pengaruh kepada petani," lanjutnya.
Baca Juga: Harga Cabai Rawit Super Mahal, Bagaimana Keadaan di Daerah Penghasilnya?
Ading juga mengungkapkan, minimnya stok cabai di pasar juga lebih disebabkan karena produksi di beberapa daerah penghasil sedang terjadi bencana.
"Iya bencana juga sangat mempengaruhi, kan rata-rata komoditas pertanian dihasilkan dari petani di kawasan pegunungan. Jika misalnya ada gunung meletus, otomatis petani juga enggak mau memanen," pungkasnya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki
Berita Terkait
-
Dinilai Nggak Peka, Jeje Govinda Batal Naikkan Tunjangan DPRD KBB
-
Benarkah Cabai Rawit Jadi Bahan Utama Skincare Lokal? Diklaim Cerahkan Kulit, Begini Faktanya
-
Inovasi Skincare Lokal: Cabai Rawit Jadi Bahan Ajaib Pencerah Kulit, Kok Bisa?
-
Sampah dan Eceng Gondok Penuhi Sungai Citarum
-
Manfaat Makanan Pedas buat Kesehatan, Prabowo Saran Kurangi Makan Saat Harga Cabai Naik
Terpopuler
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- Maaf dari Trans7 Belum Cukup, Alumni Ponpes Lirboyo Ingin Bertemu PH Program Xpose Uncensored
- 6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? Ratusan Siswa SMAN 1 Yogyakarta Keracunan Ayam Basi
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
-
Kabar Gembira! Pemerintah Guyur BLT Ekstra Rp30 T, 17 Juta Keluarga Baru Kebagian Rezeki Akhir Tahun
Terkini
-
Ayah dan Anak Hilang di Lembah Tengkorak Bandung
-
'Bayi Tabung' Badak Jawa: Upaya Selamatkan Satwa Langka dari Kepunahan?
-
Kasih Palestina Luncurkan Program Kasih Pangan: Dari Dapur Indonesia untuk Gaza
-
Dedi Mulyadi: 86.000 Orang Lamar Kerja Lewat Aplikasi Nyari Gawe
-
Dedi Mulyadi: Patimban Harus Jadi Motor Ekonomi Baru Jawa Barat