Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 26 Agustus 2021 | 14:32 WIB
Deretan bus terparkir di kantor sebuah perusahaan bus di Kota Cimahi. Selama pandemi, bus-bus itu tak banyak beroperasi. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Bisnis angkutan darat di Kota Cimahi seperti berada di jurang kebangkrutan. Banyak bus-bus yang terpaksa dikandangkan hingga dibiarkan tak terawat lantaran sama sekali tak beroperasi.

Selain itu, para pekerjanya pun terpaksa berhenti bekerja termasuk para sopir bus angkutan umum dan pariwisata. Kondisi itu terjadi sejak pandemi COVID-19 mewabah pada tahun lalu.

Seperti yang terpantau di salah satu perusahaan bus angkutan di Jalan Kerkof, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi pada Kamis (26/8/2021).

Bus yang biasanya mengantarkan penumpang ke berbagai daerah dibiarkan terparkir tanpa mengaspal sama sekali. Bahkan beberapa di antaranya sudah terlihat lapuk.

Baca Juga: Netizen Tak Terima Wali Kota Cimahi Nonaktif Cuma Dihukum 2 Tahun Penjara: Bercanda?

HRD NJE PT Kramatdjati Asri Sejati, Iwan Kartiwan mengungkapkan, pihaknya terpaksa tak mengoperasikan bus angkutan reguler dalam setahun lebih ini lantaran hanya akan membebani biaya operasional saja jika dipaksakan.

"Dari awal tahun kita udah terseok-seok sampai gak jalan sama sekali untuk reguler. Kalau dipaksa pun malah akan ada kerugian," ungkap Iwan kepada Suara.com pada Kamis (26/8/2021).

Berdasarkan analisa pihaknya, terang Iwan, ada sejumlah faktor yang membuat bus angkutan umum ini semakin sepi penumpang di tengah pandemi COVID-19.

Di antaranya kebijakan larangan mudik hingga wajib membawa surat bebas virus Corona yang disyaratkan ketika itu.

Iwan mengungkapkan, sejak pandemi COVID-19 yang melanda setahu lebih, nyaris semua bus di perusahaannya yang berjumlah sekitar 100 unit itu lebih banyak terparkir di garasi daripada mengaspal.

Baca Juga: Terbukti Korupsi, Wali Kota Cimahi Nonaktif Ajay hanya Divonis 2 Tahun Penjara

"Dalam setahun lebih ini, kita beroperasinya bisa dihitung dengan jari, sangat jarang. Sampai gara-gara gak ada konsumen yang sewa bus pariwisata pun akhirnya dibiarkan akhirnya kaya gak terawat," beber Iwan.

Untuk kebutuhan operasional seperti biaya perawatan untuk bus yang masih layak beroperasi dan karyawan yang tersisa, perusahaan tersebut hanya mengandalkan pemasukan dari bus yang disewa perusahaan untuk mengangkut karyawan.

"Itupun kalau ada yang sewa. Untungnya juga masih ada pemasukan dari paket," ucapnya.

Kemudian untuk karyawan termasuk para sopirnya, lanjut Iwan, nyaris semuanya dihentikan karena sudah tak mampu lagi dipenuhi gajinya.

"Nyaris 90 persen karyawan itu terdampak. Karyawan yang masih tersisa pun gajinya enggak full," sebutnya.

Dengan kondisi ini, pihaknya berharap pemerintah lebih memperhatikan pengusaha angkutan umum yang sangat terdampak dengan adanya pandemi COVID-19 ini. "

Load More