Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 20 Oktober 2021 | 17:02 WIB
Kobarkan Api di Tengah Jalan, Mahasiswa Bandung Kutuk Represifitas Aparat
Mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Bandung menggelar aksi demonstrasi dalam rangka dua tahun pemerintahan Jokowi di depan Gedung Sate, Rabu (20/10/2021). [M Dikdik RA/Suara.com]

SuaraJabar.id - Mahasiswa Kota Bandung dari berbagai kampus menggelar aksi evaluasi dua tahun pemerintahan Jokowi pada periode kedua, di depan Gedung Sate, Kota ini Bandung, Rabu (20/10/2021).

Terdapat sederet kritik yang mereka sampaikan, satu di antaranya mengenai kekerasan aparat di masa rezim Jokowi. Khususnya, represifitas polisi yang kerap terjadi saat mahasiswa menggelar aksi.

Kasus yang turut disoroti adalah insiden yang terjadi di Tanggerang. Diketahui luas, seorang polisi membanting seorang mahasiswa yang turut dalam sebuah aksi demonstrasi, hingga membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.

"Kami muak dengan kekerasan aparat," ungkap salah seorang koordinator aksi, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Ilyasa Ali Husni, kepada Suara.com di lokasi.

Baca Juga: Sudah Boleh Buka, Tempat Wisata di Lembang Bandung Barat Masih Sepi Pengunjung

"Kasus mahasiswa yang dibanting itu hanya satu dari banyak kasus kekerasan aparat lainnya yang terus berlangsung, misalnya banyak terjadi saat aksi Reformasi Dikorupsi atau penolakan Omnibus Law di dua tahun terakhir ini," imbuhnya.

Ilyasa berpendapat, pihak kepolisian mungkin seolah biasa ketika melakukan kekerasan semacam itu.
Namun, sejatinya tindakan tersebut mencederai prinsip-prinsip demokrasi, tindakan destruktif terhadap kebebasan sipil dalam berpendapat atau menyampaikan aspirasi.

Kekerasan terhadap sipil itu tidak boleh dibiarkan, harus dicegah. Jika tidak, kata Ilyasa, kemuakan terhadap aparat akan menjadi bola salju di rezim Jokowi.

Terus menggelinding secara perlahan, di kemudian hari berakumulasi sebagai protes sipil yang sangat besar.

"Jangan sampai akhirnya masyarakat tidak percaya pada instutusi Polri," ujar Ilyasa.

Baca Juga: Rampok Mahasiswa dan Positif Narkoba, Bripka IS Ternyata Polisi Bermasalah di Lampung

Ia melanjutkan, tidak hanya represi yang terjadi saat aksi berlangsung atau pasca-demontrasi, bahkan upaya pembungkaman kebebasan menyampaikan pendapat itu terjadi pra-aksi. Pihak kampus, katanya, kerap didesak untuk mencegah mahasiswanya turun jalan.

Tidak hanya kekerasan saat aksi demonstrasi, mahasiswa juga disebut mencermati ihwal pemerintah yang seolah semakin rajin mengkriminalisasi para aktivis.

Jika memang pemerintah Jokowi berniat menjunjung tinggi nilai demokrasi, maka kondisi ini harus menjadi pekerjaan rumah alias PR besar yang harus dibenahi.

"Peran dan fungsi polri dalam hal ini perlu dipertanyakan ulang, perlu direformasi. Kita pertanyakan netralitas polri. Lebih berpihak kemana, apakah ke masyarakat, atau birokrat-konglomerat," jelasnya.

"Lama kelamaan kalau terus seperti ini citra polri akan terus memburuk, apalagi belakangan banyak kasus dari mulai membanting mahasiswa, dugaan pelecehan seksual, kasus anggota polisi merampok, dan lain-lain. Saya rasa ini bahkan bisa jadi sorotan dunia internasional," tandasnya.

Pantauan Suara.com, aksi itu diikuti sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus seperti Unisba, UPI, Unikom, Unpas, Sekolah Tinggi Bahasa Asing, Universitas Muhamadiyah Bandung, Nurtanio, YPKP Sanggabuana, Unibi, Itenas, Stipar, Stialan dan lainnya.

Mayoritas mereka mengenakan jas almamater kampus masing-masing, bergantian berorasi serta sebagian lain membentangkan sejumlah poster-poster aspirasi.

Kontributor: M Dikdik RA

Load More