Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 17 Februari 2022 | 21:00 WIB
ILUSTRASI - Petugas pemakaman jenazah Covid-19 sedang memanggul peti jenazah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut. [Ayobandung.com/Gelar Aldi S]

SuaraJabar.id - Kota Bandung Catatkan 16 Kasus Kematian akibat COVID-19, Mayoritas Belum Divaksin

Ketua Harian Satgas Covid-19 Kota Bandung Asep Gufron menyampaikan, sejak tanggal 1 Januari hingga 16 Februari 2022, tercatat sudah ada 16 kasus kematian akibat Covid-19 di Kota Bandung. Kebanyakan mereka belum divaksin.

"Data meninggal per 1 Januari sampai 16 Februari 2022 ada 16 orang yang meninggal," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (17/2/2022).

Asep mengatakan, pasien yang meninggal berada di rentang usia yang beragam, dari umur 16 tahun hingga 94 tahun. Berdasarkan informasi yang diterima Asep, mayoritas pasien yang meninggal memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

Baca Juga: Capaian Vaksinasi Covid-19 di Mempawah Rendah, Sutarmidji : Apalagi yang Jadi Kendala?

"Kalau lihat rekamnya, ada umur 16 tahun karena dia komorbid demam berdarah. Ada yang sudah lansia 94 tahun, ternyata komplikasi," katanya.

"Kalau digolongkan hampir 100 persen komorbid, 70 persen belum divaksin," katanya lagi.

Sebelumnya, Kasus harian Covid-19 di Kota Bandung menembus angka 1.100 kasus.

"Kemarin penambahan kasus per harinya 1.100 lebih," disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, Rabu (16/2/2022).

Yana sempat mengakui, lonjakan kasus kini terjadi dipicu penyebaran Omicron, hingga sekitar 80 persen dari total kasus. Selain itu, sambung Yana, lonjakan kasus ini juga terlihat setelah meningkatkan penelusuran maupun pengetesan.

Baca Juga: 23 Warga Lhokseumawe Terpapar Covid-19

"Gak pernah lebih dari 10 kasus, bahkan 2 minggu lalu hanya 100 kasus per hari, hari ini kemarin sudah 1.100 kasus, peningkatan memang luar biasa," katanya.

Lebih jauh Asep mengatakan, sejumlah hotel direkomendasikan untuk menjadi tempat isolasi berbayar bagi pasien bergejala ringan atau tanpa gejala.

Tujuannya, menekan tingkat keterisian rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit, sehingga bisa lebih banyak menampung pasien gejala sedang hingga berat. Kendati begitu, Asep enggan menyebutkan hotel-hotel yang dimaksud.

"Kita merekomendasikan beberapa hotel untuk menjadi tempat isoman berbayar. Kenapa berbayar? Karena di rumah sakit juga kan berbayar," katanya.

Asep menegaskan, pemerintah hanya menanggung biaya perawatan bagi pasien yang bergejala sedang hingga berat, termasuk yang ringan tetapi ada komorbid.

"Dihitung-hitung kemarin ternyata lebih murah berbayar di hotel daripada di rumah sakit. Bagi orang yang mampu bayar disarankan di hotel saja, nanti di hotel juga ada nakes (tenaga kesehatan) dan sebagainya," katanya.

"Menyiapkan sekitar 200 tempat tidur. Tapi sebenarnya di kewilayahan juga kan ada, (isolasi terpadu), meski baru satu (tempat isolasi) kecamatan yang terisi, yaitu Kecamatan Coblong. Lainnya belum. Orang lebih nyaman di rumah," katanya lagi.

Sebelumnya, Plt Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan, menurut amatan Satgas Covid-19 Kota Bandung, tak sedikit warga yang bergejala ringan tapi tetap ingin dirawat di rumah sakit. Akibatnya BOR akan tinggi. Jika begitu, ujungnya akan berpengaruh pada level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Dampaknya relaksasi kita berhentikan, beberapa tempat harus ditutup, makanya BOR kita upayakan (rendah)," katanya.

Yana mengungkapkan, Pemerintah Kota Bandung juga mendorong rumah sakit agar meningkatkan kapasitas tempat tidur. Hingga, Rabu (16/2/2022) BOR berada di angka 30 persen, data sebelumnya berada di 59 persen.

"Kita dorong kapasitas tempat tidurnya ditingkatkan, sekarang baru 800, dulu kita pernah sampai 2.300 waktu (penyebaran varian) Delta. Kalau jumlahnya ditingkatkan, rasionya jadi kecil. Kemarin, ada 400 orang yang dirawat dari 800 tempat tidur, berarti 50 persen. Kalo sekarang 400 orang dirawat tapi tempat tidur 2.000, kan berarti cuma 20 persen BOR-nya," katanya.

Kontributor : M Dikdik RA

Load More