Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Sabtu, 19 Februari 2022 | 14:13 WIB
Polres Cirebon Kota memberikan keterangan pers terkait kasus Nurhayati, Sabtu (19/2/2022). [Ciayumajakuning.id]

SuaraJabar.id - Jejaring media sosial heboh oleh video yang berisi pengakuan seorang perempuan yang bernama Nurhayati yang mengaku sebagai Kepala Urusan (Kaur) keuangan Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

Dalam video berdurasi 2,5 detik itu, Nurhayati mengaku dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon.

Ia mengaku kecewa dan tak mengerti atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Pasalnya, ia merupakan pelapor yang membantu pengungkapan kasus korupsi itu.

“Saya pribadi yang tidak mengerti akan hukum itu merasa janggal karena saya sendiri sebagai pelapor, saya yang memberikan keterangan, informasi kepada penyidik selama hampir dua tahun prosesnya, di ujung akhir Tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka,” ungkapnya dalam video tersebut.

Baca Juga: Termasuk Indonesia, 47 Persen Anggota G20 Miliki Skor Persepsi Korupsi di Bawah 50

Nurhayati mempertanyakan letak perlindungan atas nama pelapor dan saksi yang ia lakukan.

“Uang itu tidak pernah sampai ke rumah saya, satu detik pun, hampir dua tahun waktu saya tersita untuk mengungkap kasus korupsi ini,” ucapnya.

Menanggapi video pengakuan Nurhayati yang viral tersebut, Polres Cirebon Kota menggelar konferensi pers terkait perkembangan kasus dugaan korupsi di Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Dalam konferensi pers yang digelar di Aula Sanika Mako Polres Cirebon Kota tersebut, Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar menjelaskan, kasus ini berawal dari informasi BPD Citemu dan sumber informasi lainnya.

“Ada dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Supriyadi (Kuwu Desa Citemu) terhadap penggunaan anggaran APBDes Tahun anggaran 2018, 2019 dan 2020,” katanya, Sabtu (19/2/2022).

Baca Juga: KPK Ambil Alih Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Kantor DPRD Morowali Utara dari Polda Sulteng

Setelah ada informasi tersebut, lanjut Fahri, penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota melakukan pengumpulan alat bukti, sampai dengan proses penyidikan dan penetapan tersangka Supriyadi.

“Selanjutnya kami mengirimkan berkas kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), selanjutnya berkas atas nama Supriyadi sempat P19 atau dinyatakan tidak lengkap, lalu penyidik melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang dilakukan JPU,” ungkapnya.

“Setelah itu ada petunjuk lagi dari JPU, setelah itu ada petunjuk lagi dari berita acara koordinasi dan konsultasi, petunjukanya itu agar kepada Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam,” katanya.

Berdasarkan petunjuk itu, sambung Fahri, Nurhayati yang saat itu sebagai bendahara keuangan di Desa Citemu dalam kasus ini termasuk perbuatan pelanggaran atau melawan hukum.

“Karena perbuatannya tersebut telah memperkaya Supriyadi, atas dasar itulah penyidik Polres Cirebon Kota melakukan penyidikan lebih lanjut kepada Nurhayati dan selanjutnya mengirimkan berkas kembali ke JPU,” terangnya.

Masih kata dia, penetapan Nurhayati sebagai tersangka sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku serta sesuai dengan prosedural hukum.

“Penetapan Nurhayati sebagai tersangka, sudah seusai dengan kaidah-kaidah hukum dan juga prosedur-prosedur hukum yang berlaku karena penetapan Nurhayati sebagai tersangka berdasarkan dari petunjuk yang diberikan oleh JPU, pada saat dituangkan dalam berita acara koordinasi dan konsultasi,” bebernya Fahri.

Ia mengungkapkan, Nurhayati ini kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik, namun tindakan yang dilakukan Nurhayati masuk dalam rangkaian terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Supriyadi.

“Walaupun sampai saat ini, kita masih belum dapat membuktikan bahwa Nurhayati menikmati uangnya, namun ada tindakan pelanggaran yaitu Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018,” jelasnya.

Permendagri tersebut, dijelaskan Fahri, mengatur tentang regulasi dan sistem administrasi keuangan.

“Seharusnya Nurhayati sebagai bendahara keuangan memberikan uang kepada Kasi pelaksana kegiatan, namun ini Nurhayati menyerahkan kepada kepala desa atau kuwu dan kegiatan ini sudah berlangsung selama 16 kali atau selama tiga tahun dari tahun 2018, 2019 dan 2020,” jelas Fahri.

Ditegaskannya, tindakannya yang dilakukan Nurhayati tersebut dapat merugikan keuangan negara melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 KUHP.

Load More