Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Sabtu, 19 Maret 2022 | 12:18 WIB
Makam Keramat Embah Dalem Jagat Sakti alias Eyang Entang di TPU Ageung yang berada di Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB). [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Suasana hening dan senyap sangat terasa ketika memasuki kawasan TPU Ageung yang berada di Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Sekilas, pemakaman tersebut sama seperti yang lainnya yakni terdapat pusara-pusara dikebumikan. Namun pada bagian ujung ada salah satu sudut pusara yang dipagari khusus berpagar besi usang dengan sebuah pendopo yang kotor tempat peziarah hendak berdoa maupun nadran.

Di titik tersebut terdapat dua pusara yakni makam Keramat Embah Dalem Jagat Sakti alias Eyang Entang dan istrinya. Makam keduanya jauh dari kesan megah. Hanya sebuah makam biasa dengan nisan batu tanpa keterangan kelahiran dan wafatnya kapan.

"Iya ini makam Eyang Entang (Embah Dalem Jagat Sakti) dan istrinya Ibu Entang," kata Suhandi (88), juru rawat makan tersebut kepada Suara.com pada Sabtu (19/3/2022).

Baca Juga: Terkait Pembangunan IKN, Suharso Monoarfa: Jangan Sampai Masyarakat Setempat Terpinggirkan

Suhandi tak tahu percis kapan Eyang Entang wafat. Hanya yang pasti, kata dia, sosoknya dikenal merupakan salah satu penyiar agama Islam semasa hidupnya di Jawa Barat. Malam keramat itu kerap didatangi peziarah dari berbagai daerah.

"Biasanya rame kalau mau puasa. Minta keberkahan. Ada yang mau dimudahkan jodohnya dan sebagainya," ujar Suhandi.

Pamong Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung Barat Hernandi Tismara mengatakan, Embah Dalem Jagat Sakti atau Eyang Entang, merupakan seorang panglima perang di Umbul Kahuripan Kaadipatian Ukur tahun 1620.

"Betul itu situs benda budaya makam Embah Dalem Jagat Sakti atau Eyang Entang. Jadi beliau ini merupakan seorang panglima perang di Umbul Kahuripan Kaadipatian Ukur tahun 1620," jelas Hernandi.

Sebagai seorang tokoh penyebar agama Islam dan panglima perang, Embah Dalem Jagat Sakti menguasai kesaktian dan kedigdayaan. Namun lebih dari itu ia juga menguasai keahlian ilmu hitung (ilmu palaq) serta ilmu perbintangan sehingga digelari Embah Dalem Jagat Sakti.

Baca Juga: Mulai Bekerja Pasca Dilantik, Pimpinan Otorita IKN Temui Kejagung Hingga KPK

"Menurut sesepuh Desa Nyalindung, jika masyarakat hendak membangun rumah, membuat kampung baru, upacara atau ritual tertentu seperti hajatan, pernikahan, bepergian, dan sebagainya selalu dikomunikasikan dengan Embah Dalem Jagat Sakti," beber Hernandi.

Meski kondisinyya senderaha, ternyata makam Keramat Eyang Entang menjadi salah satu dari 27 tempat yang tanah dan airnya dibawa oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke lokasi Ibu Kota Negara (IKN) untuk prosesi Kendi Nusantara.

Bukan tanpa alasan tanah dan air yang memiliki kaitan dengan Embah Dalem Jagat Sakti semasa hidupnya dipilih 'mewakili' Kabupaten Bandung Barat untuk dibawa oleh Ridwan Kamil ke lokasi IKN.

Menurut kepercayaan sesepuh kampung dan masyarakat serta pengunjung yang datang berziarah, tanah dan air keramat Embah Dalem Jagat Sakti memiliki sejumlah khasiar.

Misalnya Air Keramat Cikarahayuan dan Cikahuripan yang saat ini masih terus mengalir namun lokasinya agak jauh dari makam keramat Eyang Entang, kerap dimanfaatkan untuk mandi oleh orang-orang yang mengalami kegagalan/frustasi seperti lelesaheun yaitu sulit mendapat jodoh.

"Teu hurip artinya susah mencari kehidupan baik pekerjaan atau bisnis, Lara balangsak yaitu mengobati orang yang susah akibat terkena penyakit yang tidak bisa diobati oleh medis serta Ngahuripan yaitu menyiramkan air keramat sebelum membangun dan mendirikan rumah," ungkap Hernandi.

Kemudian Tanah Embah Dalam Jagat Sakti yang selalu dipakai sawen atau tolak bala serta upacara-upacara tertentu. Di mana tanahnya selalu dihadirkan bersama sesajen kemudian dikubur. Khasiatnya rumah menjadi asri serta mampu menangkal santet, baruang, dan teluh.

Ada pula Situs Batu Papangkuanya yang digunakan untuk menguji kekuatan seseorang mengangkat batu sebagai panayogean atau alat ukur. Jika batu itu diangkat oleh seseorang dengan mudah maka hidupnya barokah banyak rejekinya. Namun sebaliknya bila batu itu berat diangkatnya maka segala kehidupannya akan sulit.

"Berdasarkan penjelasan dari juru kunci soal tanah dan air keramat itu, serta pertimbangan kami dari Disparbud maka tanah dan air keramat memenuhi syarat untuk dipakai dalam upacara Ibu Kota Negara," tandas Hernandi.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

Load More