Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 22 Maret 2022 | 14:13 WIB
ILUSTRASI sapi perah. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJabar.id - Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat meminta pemerintah dapat aktif menjaga populasi sapi perah.

Menjelang Ramadan dan Lebaran permintaan daging kerap meningkat, tapi jika tak sebanding dengan pasokannya maka ruminansia produktif itu bakal jadi korban, digiring masuk ke rumah-rumah pemotongan hewan. Jumlah perahan susu segar pun ditakutkan malah menjadi seret.

"Saya khawatir, sekarang kan menghadapi munggahan lalu Lebaran, kalau ketersediaan daging itu kurang yang menjadi korban itu sapi perah," ungkap Dedi perwakilan dari GKSI Jawa Barat, dalam diskusi daring digelar Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat, diikuti Suara.com, Senin (21/3/2022).

Menurut Dedi, sapi perah produktif kerap masuk ke rumah potong hewan untuk dijual karena memang harga daging dianggap bagus pada masa seperti sekarang, para bandar tidak lagi menjual bibit tapi juga untuk daging.

Baca Juga: Tanggal Berapa Puasa Ramadan 2022? Ini Penjelasannya Lengkap dengan Prediksi Sidang Isbat

Misalnya, menurut amatan GKSI Jawa Barat, para pedagang daging di Bandung sudah mulai bergerak ke kawasan Lembang, mengincar sapi perah di daerah sana. Aktifitas di rumah pemotongan hewannya pun diklaim meningkat.

"Ini menjadi persolan, kalau sudah begitu akan ada penurunan produksi susu yang sangat signifikan," katanya.

Potensi berkurangnya populasi sapi perah dianggap mengkhawatirkan mengingat jumlah produksi susu sapi nasional masih terpaut jauh dari banyaknya kebutuhan. Dedi menyebut bahwa produksi saat ini baru bisa memenuhi 22 persen saja dari total kebutuhan nasional, 78 persen sisanya dipasok impor.

Jawa Barat, kata Dedi, menempati posisi penting dalam menyuplai kebutuhan susu nasional. Catatannya, ada sekitar 63.400-an ekor sapi perah yang diurus sekitar 17.000-an peternak. Dalam sehari, Jawa Barat disebut mampu menghasilkan 450 ton susu segar, kedua terbanyak se-Indonesia setelah Jawa Timur.

"Jawa Timur mengalami kenaikan signifikan karena ada kebijakan lahan yang bisa dipakai oleh peternak, sehingga bisa mendapat pakan hijauan yang cukup. Banyak yang beralih dari kebun apel ke peternakan sapi perah, produksinya pun meningkat jauh meninggalkan Jawa Barat," katanya.

Baca Juga: Asyik! Pemerintah Bakal Longgarkan Pembatasan Salat Tarawih Hingga Mudik

Demi meminimalkan berkurangnya populasi sapi perah di Jawa Barat, pemerintah diminta untuk mengawasi rumah-rumah pemotongan hewan guna mencegah penjualan sapi betina produktif. Dedi menegaskan, sarannya tidak mengada-ada tapi ada dasar hukumnya.

"Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dasar hukum untuk larangan pemotongan hewan betina produktif, itu ada sanksinya, hukuman, denda dan sebagainya," katanya.

Dedi berharap, aturan tersebut bisa ditegakkan oleh pemerintah. Menurutnya, implementasi kebijakan inilah yang kerap jadi masalah. Padahal, apabila undang-undang tadi benar-benar dijalankan diyakini bakal jadi satu cara efektif menjaga populasi sapi perah.

"Harus ada orang pemeritah yang memang stand by di rumah pemotongan hewan sehingga kalau ada sapi betina produktif yang akan dipotong bisa diamankan. Kalau ini diberlakukan saya yakin bahwa sapi perah akan selamat," katanya.

Kontributor : M Dikdik RA

Load More