Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Kamis, 03 November 2022 | 12:05 WIB
PLTU 1 Indramayu yang berlokasi di Jl. Raya Sukra, Sumuradem, Kec. Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Suara.com/Danan Arya)

Ada 120 perahu di desa ini dan tangkapan utama para nelayan Ujung Gebang mulai dari ikan, udang hingga rajungan.

Jika petani rasakan dampak kehadiran PLTU 1 dua sampai tiga tahun setelahnya, nelayan di Desa Ujung Gebang langsung merasakan dampak saat awal pembangunan PLTU 1 Indramayu pada 2007.

Contohnya, saat pembebasan lahan berlangsung, tanah bekas kerukan yang akan dibangun PLTU 1 Indramayu dibuang secara langsung ke laut yang menyebabkan aktivitas biota laut terganggu.

Aji (46) salah satu nelayan di Desa Ujung Gebang menuturkan kapal tongkang yang mengangkut batu bara sering kali melintas di tempat dirinya mencari ikan.

Baca Juga: Kemenangan Rakyat Cirebon Makin Kuat, ESDM Didesak Cabut Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A

Aji Nelayan Desa Ujung Gebang menunjukkan kondisi perairan yang terkena dampak pasca berdirinya PLTU 1 Indramayu (Suara.com/Danan Arya)

Menurut Aji yang sudah melaut sejak tamat sekolah dasar, aktivitas menjaring ikan sangat terganggu. Ia pun terpaksa menghindar saat kapal tongkang berada di sekitarnya.

Tak hanya aktivitas melaut jadi terganggu. Warga Desa Ujung Gebang juga tiap bulan harus melihat kebakaran tiap bulannya.

Bukan kebaran di tempat tinggal mereka, namun kebakaran kapal Tongkang yang membawa batu baru. Menurut Aji, hampir tiap bulan selalu ada kapal tongkang yang terbakar di perairan desa Ujung Gebang.

Aji bercerita tempat tinggal selalu diselimuti kepulan asap hitam dan serpihan bekas pembakaran batu bara yang berterbangan mengikuti arah mata angin.

Kapal tongkang yang melintas di perairan Ujung Gebang selalu bermuatan lebih kata Aji. Akibatnya banyak batu bara yang jatuh dan membuat jaring nelayan rusak. Bukan ikan yang dijaring malah batu bara yang didapat.

Baca Juga: Rentetan Kiamat Warga Indramayu Pasca Tembok Beton PLTU Berdiri

"Jadi ya tadi air tuh berubah hangat, mungkin ikan pada mati, terus tumpahan batu bara yang saya tau ini, karena sering batu bara nyangkut ke jaring," jelas Aji.

Sejak itu ekosistem di bawah laut sangat terganggu dengan adanya PLTU 1 Indramayu, hasil tangkapan para nelayan juga merosot dan banyak dari mereka memutuskan untuk tidak kembali ke laut.

Sebelum PLTU itu berdiri, Aji mengaku sekali melaut dapat rata-rata lima kilogram sehari. Saat ini, satu kilogram pun sangat sulit.

"Ya memang berbeda, dulu sebelumnya ada PLTU masyarakat nelayan cari ikannya sangat mudah,Ya penghasilnya cukup untuk menafkahi keluarga Dan sekarang sejak adanya PLTU 1 nih ya berubah pendapatannya, menurun," ucapnya.

Ikan bawal putih dengan ukuran 5 ons yang biasanya mudah ditemui, sekarang menjadi sangat sulit untuk di tangkap pasalnya harga ikan tersebut terbilang mahal bisa di hargai 300.000/kilogram.

Aktivitas menangkap ikan warga Desa Ujung Gebang sebelum kehadiran PLTU 1 dilihat dari dua musim, musim barat dan timur.

Load More