Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 10 November 2022 | 21:29 WIB
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum. (Humas Jabar/Dudi)

SuaraJabar.id - Wakil Gubernur Jawa Barat yang juga menjabat Panglima Santri Jabar, Uu Ruzhanul Ulum mengecam adanya pondok pesantren yang mendenda santrinya sebesar Rp 37 juta akibat tak menyelesaikan masa pendidikan.

Kekinian, Pondok Pesantren yang dimaksud yakni Pondok Pesantren RQM membeberkan alasannya memberikan denda puluhan juta rupiah kepada salah seorang santrinya.

Pengsuh Pondok Pesantren RQM Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Abu Haikan mengatakan bukan tanpa alasan pihaknya mengenakan denda puluhan juta pada santrinya tersebut.

Menurutnya, itu dikarenakan adanya perjanjian antara pihak Pondok Pesantren dengan orang tua santri yang ditandatangani di atas materai.

Baca Juga: Mengenal Pasuruan, Tak Hanya Sebagai Kota Pelabuhan

Perjanjian tersebut merupakan komitmen orang tua untuk menitipkan anaknya sampai selesai. Perjanjian tersebut disertai dengan konsekuensi pemberian denda administrasi apabila dalam perjalanan santri tidak menyelesaikan masa pendidikannya di pondok pesantren.

"Poin diantaranya, santri harus menyelesaikan studi selama di RQM. Kalau dalam perjalanan macet, tidak mau melanjutkan, secara otomatis harus membayar denda administrasi Rp 50.000/hari," ujar Abu, ketika dihubungi, Kamis (10/11/2022).

Santri tersebut dalam perjalanannya kabur dari pondok, setelah mondok selama lebih kurang 2 tahun. Menurut Abu, kabur dari pondok pesantren bukan pertama kali terjadi, melainkan sudah beberapa kali.

Pada mulanya, yang bersangkutan masih bisa dibujuk dan kembali kembali. Namun kali ini, orang tuanya sudah menyerah dan memutuskan untuk menghentikan belajar di pesantren.

"Kami masih memiliki itikad baik, dia dibujuk untuk kembali ke lembaga, tapi anaknya tidak mau. Kami sampaikan terkait perjanjian yang ditandatangani tersebut," katanya.

Baca Juga: Cadas Pageran Kembali Dilanda Longsor, Jalan Raya Bandung-Sumedang Tersendat

Pada waktu itu, ibu dari santri tersebut meminta agar pihak RQM menghitung jumlah denda yang harus dibayarkan. Sehingga pihaknya memberikan denda administrasi selama dua tahun mondok dengan total mencapai Rp 37 juta.

"Ibunya sempat menanyakan kepada istri saya, apakah tidak ada dispensasi. Saya minta kepada istri untuk tidak dijawab," ucapnya.

Abu menginginkan agar orang tua dari anak tersebut untuk datang secara langsung, karena masalah tersebut bukan bersifat pribadi melainkan kelembagaan.

"Kalau niatnya baik, dia datang ke pondok dong, hargai kami, komunikasi dulu. Kami ini lembaga , setiap lembaga punya aturan yang ril," ujarnya.

Namun bukannya datang ke Pondok untuk menyelesaikan masalah, namun orang tua santri tersebut malah melaporkan kepada KPAID Tasikmalaya.

Padahal, apabila pihak orang tua datang ke Pondok Pesantren dan berkomunikasi secara baik-baik, pihak RQM juga bisa memberi dispensasi.

"Kalau memiliki itikad baik, bukan lapor (kepada KPAID), tapi datang baik-baik. Kalau tidak memiliki uang, bisa diberi dispensasi," katanya.

Namun lanjut Abu, dispensasi yang diberikan pun tidak bisa seenaknya, seperti dihapuskan seluruhnya. Melainkan dengan syarat lainnya.

"Boleh dikurangi, tapi jangan dicicil. Kalau mau nyicil, tidak boleh dikurangi," katanya.

Sikap tegas tersebut kata Abu, supaya anak yang mondok di RQM bisa sungguh-sungguh belajar dan menyelesaikan masa studinya. Pasalnya, banyak anak yang seenaknya keluar masuk karena pendidikan di tempat tersebut gratis.

Aturan tersebut juga diterapkan setelah banyak kasus santri yang berhenti di tengah jalan.

Sebelumnya, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan tindakan pesantren tersebut tidak sesuai dengan prinsip berdirinya pesantren yang bertujuan untuk menjadi tempat menuntut ilmu agama.

"Masa sih ada pesantren yang mendenda santrinya, emang mendirikan pesantren untuk mencari duit," kata Uu di Kota Bandung, Rabu (10/11/2022).

pun menegaskan bahwa tidak ada paksaan terkait durasi para santri dalam menimba ilmu agama di pesantren.

Load More