SuaraJabar.id - Aroma tak sedap menusuk hidung ketika menginjakan kaki di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Pandangan mata langsung tertuju pada gunungan sampah.
Rasa mual jelas tak bisa dielakan bagi orang asing yang datang ke TPA regional untuk wilayah Bandung Raya itu. Namun, hal bau dan anyir itu bukan soal bagi Deden Sutisna dan ratusan pemulung lainnya.
Pria berusia 49 tahun asal Desa Sirnaraja, Kecamatan Cipeundeuy, Bandung Barat itu nampak sudah kebal dengan aroma busuk yang muncul dari tumpukan sampah. Bagi dia, sampah bukanlah masalah namun jadi sumber cuan untuk menopang kehidupan keluarganya.
"Iya kalau bau yah bau, tapi sudah terbiasa di sini setiap hari cari rezeki dari sampah," ujar Dede kepada Suara.com belum lama ini.
Deden sudah 10 tahun menjadi pemulung di TPA Sarimukti. Ia memutuskan untuk menggantungkan hidup dan mencapat rupiah dari sampah karena tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia hanya bekerja serabutan sebagai kuli bangunan.
Deden tidak sendiri, bersama istrinya dan ratusan pemulung lainnya, ia sudah berada di TPA sejak pukul 06.00 WIB. Setiap harinya dia menantikan 2.000 ton sampah yang dikirim dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Bandung Barat.
Dari ribuan ton sampah itu, Deden memilah sampah-sampah yang bisa menghasilkan rupiah. Seperti botol minuman bekas, plastik hingga karung yang nantinya dipilah lagi sebelum dijual kepada pengepul. Dalam sehari, Deden bisa mengumpulkan sampah hingga 1 kwintal.
"Biasanya dari jam 6 pagi sampe jam 3 sore mulungnya kalau TPA buka," ucap Deden.
Sampah-sampah yang sudah dipilah itu kemudian dijualnya seharga Rp 1.000 per kilogramnya. Total, Deden dan istrinya rata-rata mendapat Rp100.000 setiap harinya. Ia juga pernah menemukan cincin emas berwarna putih.
Baca Juga: TPA Sarimukti Rawan Longsor, Gunungan Sampah Capai Ketinggian 10 Meter
"Udah lama nemu cincinnya tapi hilang lagi," ujarnya.
Deden sadar risiko bahaya mengancamnya setiap hari, apalagi ketika hujan melanda. Seperti longsor yang bisa saja terjadi mengingat ketinggian tumpukan sampah di TPA Sarimukti saat ini sudah melewati batas.
Namun Deden tetap bertahan dan selalu waspada demi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Apalagi dia masih memiliki anak yang masih sekolah dan harus dipenuhi kebutuhannya.
"Hasilnya ya untuk biaya hidup dan sekolah anak. Anak saya 2 masih sekolah," tutur Deden.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki
Berita Terkait
-
TPA Sarimukti Rawan Longsor, Gunungan Sampah Capai Ketinggian 10 Meter
-
Antrean Mengular di TPA Sarimukti Bandung, Truk Pengangkut Sampah Sampai Harus Menginap
-
Alat Berat di TPA Ponorogo Rusak, Sampah di TPS Meluber ke Luar
-
Dijanjikan Akan Segera Mengurai persoalan Sampah, Warga Kawasan TPA Ponorogo Buka Blokir Jalan
-
Kesal Aksi Tak Berbalas, Warga Ponorogo Blokir Pintu Masuk TPA Dengan Batu Besar
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Duel Mobil Murah Honda Brio vs BYD Atto 1, Beda Rp30 Jutaan tapi ...
- Harga Mitsubishi Destinator Resmi Diumumkan! 5 Mobil Ini Langsung Panik?
- 41 Kode Redeem FF Max Terbaru 24 Juli: Klaim Skin Scar, M1887, dan Hadiah EVOS
Pilihan
-
Selamat Tinggal Samba? Ini Alasan Gen Z Beralih ke Adidas Campus 00s & Forum Low
-
Filosofi Jersey Anyar Persija Jakarta: Century Od Glory, Terbang Keliling JIS
-
Braakk! Bus Persib Bandung Kecelakaan di Thailand, Pecahan Kaca Berserakan
-
5 Rekomendasi HP Realme RAM 8 GB Memori 256 GB di Bawah Rp 4 juta, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Gerai Tinggal 26, Stok Expired Menggunung! Akuisisi TGUK Penuh Drama
Terkini
-
Gamelan Cirebon Bikin Profesor Amerika Jatuh Cinta: Terbuat dari Cinta!
-
Mengenang Warisan Abadi Tjetjep Muchtar Soleh, Bapak Pembangunan Pendidikan Cianjur
-
Tjetjep Muchtar Soleh, Mantan Bupati Cianjur yang Membangun dengan Hati Tutup Usia
-
Disindir Lewat Medsos, Pekerja Pariwisata Jabar Ancam Dedi Mulyadi Soal Study Tour
-
Viral Pembagian Bir di Pocari Sweat Run 2025, Pemkot Bandung Gercep: Komunitas Lari Dipanggil