SuaraJabar.id - Intimidasi kembali dialami Warga Ahmadaiyah oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Aksi tersebut dialami saat ribuan Warga Ahmadiyah akan menghadiri Jalsah Salanah, acara keagamaan tahunan di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (Jabar) yang digelar 6-8 Desember 2024.
Meski Jalsah Salanah didukung 2.012 Warga Manislor, termasuk kepala desa dan tokoh masyarakat setempat dan telah memberitahukan secara resmi kepada polres dan polda, mereka masih mendapat aksi represif dan berdampak pada ribuan peserta dari berbagai daerah, termasuk perempuan dan anak-anak, tertahan di perjalanan.
Tercatat sekitar 6.000 anggota Jemaat Ahmadiyah, yang terdiri dari 3.000 perempuan dan 1.000 anak-anak, menghadapi ancaman terlantar di jalanan tanpa akses ke tempat berlindung, makanan, dan fasilitas dasar.
Tak hanya itu, sejumlah peserta mengalami pengusiran paksa di tengah hujan deras pada malam hari.
Bahkan, aparat keamanan menutup empat akses jalan utama menuju Desa Manislor dengan disertai sweeping KTP dan dokumen terhadap peserta. Langkah ini menunjukkan diskriminasi terang-terangan terhadap Jemaat Ahmadiyah.
Sejatinya, kehadiran tokoh agama, tokoh adat, aparat desa, dan pejabat pemerintahan menunjukkan Jalsah Salanah adalah acara yang inklusif, dirancang untuk mempertemukan berbagai kalangan dan bangsa.
Merespons aksi diskriminasi yang dilakukan aparat, Koordinator Nasional Sobat KBB, Angelique Maria Cuaca mengecam keras tindakan aparat kepolisian dan pemerintah daerah.
Bahkan, pelarangan Jalsah Salanah tersebut merupakan bentuk pelanggaran konstitusi dan hak asasi manusia.
"Aparat kepolisian seharusnya melindungi, bukan justru menghalangi," ujarnya.
Baca Juga: Trik Jahat Pelaku Penguras Uang Nasabah, Modus Ganjal Mesin ATM Gunakan Tusuk Gigi
Angelique bahkan menegaskan bahwa kegiatan Jalsah Salanah sah secara hukum karena dilaksanakan di wilayah sendiri, dan tidak mengganggu pihak lain.
Masih menurutnya, konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan berserikat, sehingga aparat kepolisian seharusnya melindungi, bukan menghalangi.
Kelompok masyarakat sipil, seperti YLBHI, FORMASSI Jawa Barat, LBH Bandung, dan JAKATARUB, Sejuk, Setara Institute juga mengutuk keras tindakan ini. Mereka menyatakan bahwa sweeping terhadap KTP peserta merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Tahta Bambang Pacul di Jateng Runtuh Usai 'Sentilan' Pedas Megawati
- Putrinya Bukan Darah Daging Ridwan Kamil, Lisa Mariana: Berarti Anak Tuyul
- 5 Sepatu Onitsuka Tiger Terbaik untuk Jalan Kaki Seharian: Anti Pegal dan Tetap Stylish
- Bukan Dean Zandbergen, Penyerang Keturunan Ini akan Dampingi Miliano Jonathans di Timnas Indonesia?
- Elkan Baggott Curhat ke Jordi Amat: Saya Harus Seperti Apa?
Pilihan
-
Anggaran MBG vs BPJS Kesehatan: Analisis Alokasi Jumbo Pemerintah di RAPBN 2026
-
Sri Mulyani Disebut Pihak yang Restui Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta Per Bulan
-
Sri Mulyani Berencana Naikkan Iuran BPJS Kesehatan 4 Bulan Lagi
-
Viral Noel Ebenezer Sebut Prabowo Ancaman Demokrasi dan Kemanusiaan
-
Naturalisasi PSSI Belum Rampung, Miliano Jonathans Dipanggil Timnas Belanda
Terkini
-
Lewat Program GEMPITA Lestari bersama UI, Bank Mandiri Perkuat Literasi Keuangan
-
Duel Parang Maut di Jasinga: WS Tewas dengan Luka 20 Cm Tembus Paru-paru, AF Jadi Tersangka
-
Kematian WS: Dari Ejekan di Lapangan Bola Jasinga, Berakhir Maut di Ujung Parang
-
IHR-Merdeka Cup 2025, Penonton Bakal Nikmati Kejuaraan Berkuda di Track Tepi Pantai Pangandaran
-
Dari Kurir Jadi Juragan! Dua Warga Bandung Raup Omzet Ratusan Juta