“Jika kami masih diadang untuk menyampaikan aspirasi kami dengan radius 500 meter, maka jangan ada aparat yang masuk 500 meter dari asrama kami,” ujar salah seorang perwakilan unjuk rasa, Roberto Rumpumbo.
Selain itu, Ketua Imasepa Jabar itu meminta agar aparat tidak lagi mendatangi tempat tinggal dan kampus mahasiswa Papua di Bandung. Baginya, tindakan tersebut meresahkan keberadaan mahasiswa Papua di Bandung.
“Jangan datangi kami dengan mendata kami. Bukan tugas Bapak mendata kami,” tegasnya.
![Mahasiswa Papua di Bandung berunjuk rasa di depan Gedung Merdeka pada Selasa (27/8/2019). [Suara.com/Huyogo S]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/08/27/77838-mahasiswa-papua-di-bandung.jpg)
Tangkap Pelaku Rasisme
Baca Juga:Kapolda Jatim Sebut Ada Salah Paham Soal Penolakan Gubernur Papua dan Jatim
Aksi ratusan mahasiswa Papua di Bandung juga masih terkait tindakan diskriminasi dan rasisme. Robert mengatakan, pihaknya juga meminta Polri menangkap pelaku tindak pidana diskriminasi rasial terhadap mahasiswa asal Papua.
Mereka meminta aparat menangkap aktor intelektual dalam tindakan rasisme saat insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jumat (16/8/2019) pekan lalu.
"Polrestabes Surabaya, Kodim dan Pemkot Surabaya, bertanggung jawab atas pembiaran terhadap TNI, Satpol PP dan Ormas reaksioner yang dengan sewenang-wenang mengepung dan merusak asrama Kamasan Papua," kata Roberto.
Tak sampai di situ, para mahasiswa Papua juga meminta aparat khususnya Polri memecat provokator penyerangan asrama di Surabaya.
"Tangkap dan adili pelaku pemberangusan ruang demokrasi di Surabaya yang menyebabkan lima orang luka berat dan belasan lainnya luka ringan," ujar Robertus.
Baca Juga:Kapolri: Pembatasan Internet di Papua Demi Keamanan Negara
Aksi akhirnya selesai sekitar pukul 16.00 WIB. Mereka tetap berjalan kaki meski polisi sudah menawarkan diri menggunakan truk pengangkut. Namun selama perjalanan dari Gedung Merdeka ke asrama berjalan dengan tertib dengan pengawalan aparat keamanan.