SuaraJabar.id - Rektor Universitas Pakuan Bogor, Bibin Rubini, mengaku prihatin atas tindakan pemukulan polisi kepada mahasiswanya saat mengawal aksi demo di depan Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Jumat 20 September 2019.
"Kami sedih dan prihatin terjadinya pemukulan itu, bagaimana pun juga kan mahasiswa perlu diayomi dan dilindungi ya, seperti juga semboyan polisi," kata Bibin, saat dihubungi Suara.com, Senin (23/9/2019).
Menurut Bibin, tindakan kepolisian itu tidak seharusnya dilakukan. Ia menyebut cara membubarkan mahasiswa tersebut justru menimbulkan korban luka-luka.
"Ada korban mahasiswa yang terluka. Kan mestinya bisa diarahkan karena kekuatan mahasiswa tidak banyak. Tindakan untuk membubarkan ok, tapi untuk pemukulan not oke. Apakah negara kita seperti begitu main pukul? Main pentugan?," kata Bibin.
Baca Juga:Tendang Gerbang Gedung DPR, Mahasiswa Lempar Botol ke Wartawan dan Polisi
Lebih lanjut, ia menyebut pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan para mahasiswa yang ikut dalam aksi tersebut dan menggelar rapat koordinasi dengan para dekan fakultas di Unpak.
"Nanti saya akan dialog. Mahasiswa inginnya ada forum untuk dimediasi dengan kepolisian. Karena mereka berpegang pada izin dari polisi," tandasnya.
Kronologi bentrokan
Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Pakuan Bogor Ramdhani membantah jika bentrokan yang terjadi antara rekannya dengan aparat kepolisian karena hendak memblokade akses jalan menuju Tol Jagorawi.
Ia menyebut, massa aksi saat itu hendak pulang ke kampus usai berorasi di kawasan Tugu Kujang. Namun, setibanya di depan Terminal Baranangsiang, mereka berniat melakukan orasi terakhir karena masih memiliki sedikit waktu dari izin yang diberikan.
Baca Juga:Aksi Mahasiswa Tolak UU KPK dan RKUHP di Bandung Ricuh
"Enggak ada (blokade), kami longmarch mau pulang ke kampus dari Tugu Kujang. Lalu berhenti di lampu merah Terminal Baranangsiang berniat orasi sebentar untuk penutup. Dari situ kami dibubarkan paksa oleh polisi padahal perjanjiannya sampai jam 5 sore," kata Ramdhani.
Aksi saling dorong antara massa aksi dengan polisi pun tak terhindarkan. Hingga pada akhirnya, salah satu mahasiswa ditarik oleh anggota polisi sampai terjatuh dan mengundang reaksi dari massa aksi.
"Terjadi dorong mendorong antara mahasiswa dan kepolisian, tak lama setelah seorang mahasiswa ditarik paksa hingga terjatuh. Mahasiswa lain tidak terima hingga akhirnya mencoba menolong dan malah diserang oleh aparatur kepolisian dengan menggunakan tongkat dodolnya," kata dia.
Saat itu mahasiswa mencoba menyelamatkan rekannya dari bulan-bulanan aparat. Kemudian, salah satu massa aksi menghalau pukulan polisi dengan kantong berisi sampah gelas plastik air mineral yang dibawa.
"Polisi memukul massa dengan tongkat, dalam waktu yang hampir bersamaan terdengar suara pecahan botol kaca, dan polisi terus memukul hingga akhirnya salah satu mahasiswa yang membawa sampah berisikan gelas plastik bekas air mineral secara sepontan menghalau pukulan polisi dengan trashbag tersebut hingga isinya berceceran. Trashbag isinya tidak ada botol kaca karena massa hanya bawa air mineral kemasan gelas plastik," ungkapnya.
Akibat peristiwa tersebut, 8 massa aksi mengalami luka-luka karena dipukul dengan tongkat. Empat orang diantaranya mengalami luka robek di bagian kepala sehingga harus mendapat beberapa jahitan.
"Ada empat orang yang luka robek di kepala. Sisanya luka lebam, itu yang baru terdata. Setelah bentrokan, mahasiswa langsung kembali ke kampus. Sampai siang ini belum ada tanggungjawab dari polisi kepada rekan kami yang terluka, untuk biaya pun kami kolektetif dengan mahasiswa lain," tandasnya.
Kontributor : Rambiga