Gabungan Mahasiswa dan Pelajar Bandung Gelar Aksi, 8 Tuntutan Disuarakan

Kami mendukung RUU PKS dan RUU PRT yang di beberapa kelompok itu ditolak.

Chandra Iswinarno
Senin, 30 September 2019 | 15:34 WIB
Gabungan Mahasiswa dan Pelajar Bandung Gelar Aksi, 8 Tuntutan Disuarakan
Aksi gabungan mahasiswa dan pelajar di Bandung menyuarakan delapan tuntutan di depan Gedung Sate, Senin (30/9/2019). [Suara.com/Aminuddin]

SuaraJabar.id - Aksi masa gabungan dari elemen mahasiswa dan pelajar kembali digelar di depan gedung DPR Jawa Barat, Bandung pada Senin (30/9/2019), siang. Seperti aksi sebelumnya, mereka menyuarakan penolakan Revisi UU KPK, RKUHP dan undang-undang bermasalah lainnya.

Beberapa elemen aksi massa itu berasal dari Kampus Universitas Telkom, Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan beberapa pelajar SMK juga SMA di kota Bandung.

Sekitar pukul 12.00 WIB, aksi massa perlahan mulai berdatangan ke depan Gedung Sate, yang berjarak sekitar 50 meter dari gedung DPRD Jawa Barat. Perlahan tapi pasti peserta aksi pun terus bertambah dan berjumlah mencapai ratusan.

Satu jam kemudian, massa mulai menggelar aksi dan berorasi di depan kantor pemerintahan Provinsi Jawa Barat, Gedung Sate. Spanduk berukuran sekitar 3x1 meter bertuliskan 'Rakyat Menggugat Negara' pun dibentangkan beberapa peserta aksi.

Baca Juga:Tuntutan Tak Didengar, Ratusan Mahasiswa Merangsek Masuk ke DPRD NTB

Puluhan poster pun ditenteng peserta aksi unjuk rasa itu. Poster itu berisi terkait penolakan peserta aksi terhadap sikap pemerintah yang cenderung abai terhadap Undang-Undang bermasalah.

"Kami mendukung RUU PKS dan RUU PRT yang di beberapa kelompok itu ditolak. Selama ini negara tidak pernah berpihak terhadap korban kekerasan seksual," ucap salah satu peserta aksi dalam orasinya melalui pengeras suara.

"RUU PKS yang itu mendesak untuk rakyat malah diabaikan. Apa yang disahkan DPR saat ini adalah UU yang berpihak pada pengusaha juga investor," tambahnya.

Sekitar pukul 14.00 WIB, aksi massa mulai bergeser menuju depan gedung DPRD Jawa Barat. Mereka berjalan beriringan dari depan gedung Sate menuju gedung DPRD Jawa Barat.

"Kita menyoroti RUU KPK karena sangat-sangat dominan (berpihak) ke para koruptor, mereka lebih di lindungi. Kalau dari saya pribadi seharusnya revisi KPK itu lebih memperberat hukuman pidananya jangan justru diringankan," ucap salah satu peserta aksi mahasiswa dari STHB, Badruz Zaman.

Baca Juga:Disindir Mahasiswa Lewat Lagu, Polisi di Aksi Gejayan Jilid II Cuma Mesem

Salah satu pelajar yang enggan disebutkan namanya mengatakan prihatin dengan sikap pemerintah melalui aparat yang terus-terusan melakukan tindakan kekerasan terhadap peserta aksi.

"Itu salah satu alasan saya ikut aksi," katanya.

"Sama aja tuntutan kita sama sih yang delapan poin tuntutan makanya kami tergerak aksi solidaritas. Kan kita nggak enak juga teman-teman kita kawan-kawan kita terus melakukan aksi di daerah lain makanya kita disini harus bersolidaritas juga dengan turun ke jalan," tukasnya.

Ada delapan tuntutan yang diusung aksi massa itu. Ketujuh tuntutan itu yakni, pertama; menolak RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertahanan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU KKS. Batalkan UU KPK, UU SBPB dan UU SDA, cabut UU PSDN dan segera sahkan RUU PKS dan RUU PRT.

Kedua, Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR. Ketiga, Tolak TNI dan Polri menduduki jabatan sipil. Keempat, stop militerisme di Papua dan daerah lain juga segera bebaskan tahanan politik Papua.

Kelima, hentikan kriminalisasi aktivis. Keenam, hentikan pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatra yang dilakukan oleh korporasi juga segera pidanakan dan cabut izin korporasi pembakar hutan.

Ketujuh, tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang berada di lingkaran kekuasaan dan segera pulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM.

Terkahir, bentuk tim independen untuk menginvestigasi dan mengadili aparat pelaku kekerasan.

Kontributor : Aminuddin

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini