Percobaan Vaksin Covid-19 Siap Dilakukan di Kota Bandung, Ini Penjelasannya

Ketua Tim Riset FK Unpad Prof Kusnandi Rusmil mengungkapkan, penelitian vaksin ini memiliki dua tahap pre-clinical trial dan clinical trial.

Chandra Iswinarno
Rabu, 22 Juli 2020 | 20:14 WIB
Percobaan Vaksin Covid-19 Siap Dilakukan di Kota Bandung, Ini Penjelasannya
Ilustrasi Vaksin Covid-19 (getty image)

SuaraJabar.id - Percobaan vaksin Virus Corona siap dilakukan di Indonesia oleh Tim Riset Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) bersama Bio Farma dan Sinovac Biotech, China.

Untuk awalan, pengujian secara klinis vaksin Covid-19 tersebut rencananya akan dilakukan di Kota Bandung, terhadap 1.620 subjek.

Ketua Tim Riset FK Unpad Prof Kusnandi Rusmil mengungkapkan, penelitian vaksin ini memiliki dua tahap pre-clinical trial dan clinical trial. Pada tahap pre-clinical trial, dilakukan pencarian anti gen yang stabil secara fisik dan kimia.

“Untuk menjadi vaksin jadi harus ada penelitian yang panjang, mulai dari pre clinical trial dan clinical trial,” ungkap Kusnadi dalam konferensi pers yang dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad Jalan Prof Eyckman, Kota Bandung, Rabu (22/7/2020).

Baca Juga:Bio Farma Akan Uji Klinis Vaksin Sinovac, Bagaimana Vaksin Buatan Eijkman?

Kusnadi menjelaskan, pada tahap pre-clinical trial setelah anti gen stabil secara fisik dan kimia kemudian dilakukan uji coba kepada monyet dan hasilnya aman. Lalu, tim peneliti melakukan uji coba fase pertama, yakni dilakukan kepada 50 sampai 100 orang sukarelawan di China.

Pada fase 1, 50 orang yang dilakukan uji coba menghasilkan zat anti penyakitnya. Setelah fase 1 berhasil, harus dipublikasikan secara internasional kemudian masuk ke majalah ilmiah dan ke WHO melalui clinical trial.

Setelah dipublikasikan dan semua orang bisa membacanya, kemudian masuk fase 2, dengan jumlah subjek yg digunakan kurang lebih ada 400 orang. Hal tersebut untuk melihat keamanan dan efektifitas vaksin tersebut.

“Sudah diuji coba juga kepada monyet, ternyata vaksin ini aman pada monyet dan membentuk zat anti, sudah pada binatang baru boleh pada manusia. Harus dicoba pada manusia karena diperuntukkan untuk manusia masuk lah fase satu pada manusia. Ternyata aman, tidak menyebabkan penyakit, tidak menyebabkan masalah. Uji coba pada fase 1 dan 2 tersebut telah dilakukan di China dan hasilnya bagus dan telah dipublikasikan sesuai dengan standar. Semua orang dapat mengakses hasilnya, saat ini di Indonesia masuk pada fase ke- 3,” ungkap Kusnadi.

Setelah lulus uji coba pada fase ketiga, maka vaksin akan siap dipasarkan. Pada fase ketiga ini, Kusnadi menyebutkan, selain melihat keamanannya pada fase ini, dilakukan multicenter yakni dilakukan di beberapa negara seperti Amerika Latin, India, Bangladesh, Indonesia dan di Chile. Jika salah satu negara uji coba aman, maka vaksin akan siap diedarkan.

Baca Juga:Vaksin Sinovac Siap Diproduksi 100 Juta Dosis Jika Uji Klinis Berhasil

Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad ini menjelaskan, bahan yang digunakan pada uji coba ini berasal dari virus yang dimatikan. Virus yang dimatikan tidak akan menyebabkan penyakit Covid-19, tetapi dari hasil penelitian yang ditemukan virus tersebut menimbulkan zat anti penyakit.

“Jadi bisa mencegah penyakit ini, tapi ada kekurangannya. Suntikannya ga bisa sekali, minimal dua kali. Nantinya setelah disuntikkan dua kali, (baru) enam bulan kemudian kita ambil darahnya, kita lihat apakah kadarnya itu bagus atau tidak,” katanya.

Kusnadi mengungkapkan, uji coba klinis terhadap vaksin ini akan dilakukan pada Agustus 2020 mendatang. Subjek yang akan diujikan, yakni pada rentan usia produktif pada 19 hingga 50 tahun. Pengujian ini nantinya akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komite etik Unpad.

“Awal Agustus, penetuan usia 19-50 tahun karena itu yang produktif sehingga bisa bekerja dengan baik. Sehingga dapat bekerja dengan bagus. Sasarannya itu orang-orang yang bekerja sehingga negara kita tidak defisit,” ungkapnya.

Sementara itu, Koordinator Lapangan Penelitian Uji Coba Vaksin Eddy Fadlyana mengungkapkan, pihak Bio Farma memberikan kepercayaan uji coba klinis kepada Unpad dikarenakan Unpad telah lebih dari 20 tahun melakukan uji coba terhadap vaksin.

Uji coba ini akan dilakukan di Kota Bandung, kepada 1620 subjek, dengan menggunakan 6 site penelitian, satu site di sini eikman, satu site di Balai Kesehatan Unpad dan empat site di puskesmas.

“Bagaimana cara merekrut subjek yang 1620, tantunya setelah kami mendapat ijin dari komite etik kami akan melakukan sosialisasi ke masyarakat apakah dalam bentuk penyuluhan langsung atau melalui eflat, apabilang ingin menjadi sukarelawan menjadi subjek bisa menghubungi ada kontak,” ungkap Eddy.

Pihaknya kata Eddy, mengugkapkan telah mengkaji terlebih dahulu kenapa vaksin ini aman, dikarenakan telah melalui tahapan uji klinis.

Tim uji klinis telah dibentuk yang terdiri dari dokter umum 30 sampai 40 orang, kemudian dokter penyakit dalam dan dokter penyakit anak kemudian keahlian yang lainnya sesuai kebutuhan dari penelitian ini.

“Penelitian ini diharapkan bisa selesai awalnya sebanyak 540 subjek itu selama 3 bulan, jadi yang 3 bulan itu subjeknya sebanyak 540, selain diperiksa keamaannya juga diperiksa imunitasnya artinya kekebalannya. Sedangkan selanjutnya, setelah tiga bulan sampai enam bulan, itu hanya akan dipantau keamanannya, atau istilah lainnya,” ungkapnya.

Ada dua Jenis yang Akan Disuntikkan dalam Uji Coba, Plasebo dan Vaksin

Eddy mengungkapkan akan ada dua kelompok yang disuntikkan, ada kelompok yang mendapatkan Plasebo, dan mendapat Imunisasi Vaksin. Pada akhir penelitian, mereka yang mendapatkan Plasebo akan mendapatkan vaksin Covid-19 tentunya setelah diregistrasi di badan POM. Jadi tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, bagaimana perjalanan sebagai subjek kalau menderita sakit.

Plasebo merupakan larutan yang tidak mempunyai efek apa-apa seperti cairan semacam air yang tidak memiliki efek. Sedangkan satu lagi punya zat aktif yaitu vaksin. Itu jadi membedakan yang dapat vaksin betul akan mendapatkan kebebalan yang Plasebo kan pasti tidak memberikan kebebalan reaksi apa apa.

“Waktu awal kalau subjek itu sehat dilakukan rundom, nah dirandom kita tidak tahu, misal A mendapatkan imunisasi vaksin atau B mendapatkan Plasebo, kita tidak tahu. Nanti pada akhir penelitian kata kuncinya dibuka bagaimana hasil yang Plasebo bagaiaman hasil yang Vaksin,” katanya.

Dari jumlah 1.620 subjek yang akan dilakukan uji coba keduanya, baik Plasebo dan Vaksin pada akhirnya akan dapat vaksin. Tapi dalam proses akan dirahasiakan. Tahap awal akan dilakukan pada 540 subjek di tiga bulan pertama itu akan dapat Plasebo dan Vaksin juga.

Subjek yang akan menjadi relawan semua sudah harus dalam keadaan sehat, akan dilakukan pemeriksaan dokter yang lengkap, kemudian juga ada pemeriksaan sebelumnya tidak menderita sakit Covid-19, kemudian dalam perjalanannya apabila sakit apapun juga akan dicover oleh asuransi sebagai standarnya, dan terbuka untuk RS di sekitar Kota Bandung.

“Akan tetapi semua yang sakit itu akan kami pantau apakah yang sakit itu terindikasi terinfeksi Covid atau tidak, sehingga pada akhirnya kita akan mempunyai data tentang pertama keamanannya, kedua bahwa kekebalannya di atas nilai proteksi ketiga bahwa faksin ini memberikan perlindungan yang nyata terhadap penyakit covid-19,” kata Eddy.

Diharapkan semua penelitian ini bisa berjalan selama 6 bulan bisa selesai. Akan tetapi setelah 3 bulan penelitian data yang ada di Indonesia akan digabung dengan berbagai negara sehingga diharapkan Januari 2021 sudah bisa digunakan oleh masyarakat.

“Ini tanggung jawab kami dalam hal melakukan tim penelitian, tentu semua mengikuti kaidah yang berlaku dalam penelitian, setelah mendapat ijin dari komite etik, kami melakukan prosedur sesuai yang ditetapkan oleh WHO dan di Indonesia oleh badan POM, penelitina ini juga akan selalu dipantau oleh badan POM, monitor juga oleh tim yang sudah kompeten fan juga mempunyai para pakar yang terkumpul secara independen, apabila terjadi sesuatu setelah imunisasi tim independen itu yang akan memberikan penilaian apakah ada hubungan dengan imunisas,” ungkap Eddy.

Tahap awal pengujian akan dipantau keamanan dan kekebalannya. Setelah 3 bulan kemudian, dipantau selama 6 bulan kondisi imunutas dan kesehatan terhadap subjek.

“Jadi kita punya data yang lengkap sesudah 6 bulan itu, juga kekebalan setelah 6 bulan dipantau lagi apakah setelah 6 bulan itu tingkat kekebalanya masih cukup tinggi sehingga masih bisa berlangsung atau mempunyai kekebalan lebih panjang atau sudah turun, nah hasil penelitian inilah kita akan ketahui,” ungkapnya.

Kontributor : Emi La Palau

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini