Segel Makam Sesepuh Sunda Wiwitan, Pemkab Kuningan Dinilai Langgar HAM

"Artinya negara, di tengah tekanan kelompok massa dan otoritas agama, telah melakukan diskriminasi secara sistematis. Ini jelas pelanggaran HAM," kata Usman.

Reza Gunadha
Sabtu, 25 Juli 2020 | 21:05 WIB
Segel Makam Sesepuh Sunda Wiwitan, Pemkab Kuningan Dinilai Langgar HAM
Bangunan makam tokoh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. [Foto: AyoTasik]

SuaraJabar.id - Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dinilai melanggar hak asasi manusia setelah  menyegel bakal makam sesepuh masyarakat adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan di Kecamatan Cigugur.

Pasalnya, penyegelan itu melakukan pembatasan sewenang-wenang terhadap hak penganut kepercayaan asli Indonesia.

"Artinya negara, di tengah tekanan kelompok massa dan otoritas agama, telah melakukan diskriminasi secara sistematis. Ini jelas pelanggaran HAM," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, yang dilansir dari web amnesty.id, Sabtu (25/7/2020).

Hamid menilai, tindakan Pemkab Kuningan mengurangi hak-hak penganut Sunda Wiwitan untuk menjalankan keyakinan sesuai pilihannya.

Baca Juga:Koalisi Sipil Kecam Penyegelan Pemakaman Sesepuh Adat Sunda Wiwitan

Puluhan tahun penganut aliran kepercayaan dijadikan sasaran pemaksaan dan tidak diakui keberadaannya oleh negara.

"Jika pemeluk agama lainnya boleh mendirikan tempat-tempat untuk tujuan beribadah dan berkeyakinan, termasuk makam yang dikeramatkan, mengapa mereka tidak boleh? Ini adalah intoleransi dan diskriminasi negara dengan daya paksa organisasi massa," kata dia.

Seharusnya, lanjut Hamid, Pemkab Kuningan, memfasilitasi rencana pembangunan makam tersebut sebagai bagian dari penaatan pada agama dan kepercayaan.

Dalam penetapan Mahkamah Konstitusi di tahun 2016, aliran kepercayaan juga harus dilindungi sebagaimana negara melindungi enam agama yang diakui oleh Undang-Undang Penodaan Agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konfusianisme.

"Oleh karena itu, para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan juga harus dilindungi dan dijamin hak-haknya dalam mendirikan tempat-tempat untuk tujuan-tujuan beribadah dan berkeyakinan," ucapnya.

Baca Juga:Segel Makam Tokoh AKUR Sunda Wiwitan, Pemkab Kuningan Kerahkan Massa

"Seluruh warga, tanpa terkecuali, harus diberikan ruang untuk mempraktikkan keyakinan mereka secara bebas dari rasa takut, intimidasi, dan serangan," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya,  Satpol PP Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menyegel bangunan pasarean atau pemakaman tokoh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Situs Curug Go'ong, Senin (20/7/2020).

Penyegelan berdasarkan surat Satpol PP Kabupaten Kuningan nomor 300/851/Gakda.

Girang Pangaping Adat Masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, Okky Satrio Djati  mengatakan kronologi penyegelan berawal saat masyarakat Sunda Wiwitan patungan membeli tanah untuk membangun pasarean Pangeran Djatikusumah di tanah seluas kira-kira satu hektar di lokasi tersebut pada 2017.

Tanah itu, kata dia, merupakan peninggalan leluhur Sunda Wiwitan, karena sebelumnya telah menjadi hak milik pemerintah.

"Kami patungan beli tanah, baru satu hektar, dan masih dua hektar lagi yang belum terbeli," ungkapnya.

Okky menambahkan, pembangunan makam masyarakat AKUR Sunda Wiwitan sejak 2014 tidak ada masalah. Bahkan di daerah itu sudah terbiasa dengan keberagaman.

Namun ketika kepala desa yang baru menjabat di daerah itu, mulai ada persoalan.

"Begitu (ada) kepala desa tidak asli dari Cigugur, dari luar kota dan daerah lain mulai lah masyarakat diadu domba," pungkasnya.

Sebelumnya juga pihaknya sudah mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan pemakaman yang rencananya diperuntukkan bagi tokoh masyarakat Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah.

Namun, permohonan IMB yang diajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan per tanggal 1 Juli 2020 ditolak.

Kontributor : Cesar Yudistira

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini