SuaraJabar.id - Sindiran keras dari Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol tentang mangkraknya Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo selama satu dekade bukan lagi sekadar kritik untuk pemerintah lama. Kini, masalah kronis itu resmi menjadi 'warisan beracun' di meja Gubernur baru Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Publik kini menanti dengan napas tertahan: sanggupkah Dedi Mulyadi, dengan gaya kepemimpinannya yang dikenal merakyat dan sering turun langsung, mengakhiri 'kutukan' yang membuat proyek vital ini menjadi monumen kegagalan?
Proyek Lulut Nambo, yang seharusnya menjadi jawaban atas darurat sampah di empat wilayah padat penduduk (Kota/Kabupaten Bogor, Depok, dan Tangsel), kini menjadi ujian pertama yang sesungguhnya bagi kepemimpinan Dedi Mulyadi di Gedung Sate.
Kekecewaan Menteri Hanif Faisol sangat jelas. "Pemerintah kementerian lingkungan hidup sangat prihatin dengan tidak operasionalnya Lulut Nambo ini hampir selama 10 tahun lebih," ujarnya, Rabu (20/8/2025).
Baca Juga:Menteri LHK Sentil Pemprov Jabar, Sebut Proyek Sampah Lulut Nambo Monumen Mangkrak 1 Dekade
Pernyataan ini seolah menjadi lonceng pembuka yang menandai betapa mendesaknya masalah ini untuk segera ditangani.
Tantangan Birokrasi vs Gaya 'Sat-set' Dedi Mulyadi
Selama 10 tahun, berbagai alasan diduga menjadi penyebab mandeknya Lulut Nambo, mulai dari masalah pembebasan lahan, tarik-ulur kewenangan, hingga kendala teknis dan anggaran. Benang kusut birokrasi ini telah terbukti terlalu rumit untuk diurai oleh pemerintahan sebelumnya.

Di sinilah gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi akan diuji. Ia dikenal sebagai sosok yang tak segan 'blusukan', berdialog langsung dengan warga, dan mengambil keputusan cepat di lapangan.
Namun, Lulut Nambo adalah monster yang berbeda. Ini bukan hanya soal meninjau lokasi, melainkan membongkar kebuntuan antar-lembaga dan mungkin melawan kepentingan-kepentingan yang selama ini menghambat.
Baca Juga:Denda PBB Dihapus dan Pajak di Bawah Rp100 Ribu Gratis di Kabupaten Bogor
Mampukah pendekatan populisnya menembus tebalnya dinding birokrasi yang telah membuat proyek ini mati suri?
Peluang Emas di Balik Tumpukan Sampah
Di sisi lain, masalah ini juga bisa menjadi panggung pembuktian bagi Dedi Mulyadi. Jika berhasil, ia tidak hanya akan dikenang sebagai gubernur yang menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga sebagai pemimpin yang mampu mengubah masalah menjadi peluang.
Menteri Hanif Faisol sudah memberikan petunjuknya teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).
- Potensi Ekonomi: Lulut Nambo bisa memproduksi bahan bakar alternatif dari sampah.
- Pasar Sudah Ada: "Ada 2 industri semen yang relatif cukup besar untuk menyerap RDF tersebut," kata Menteri Hanif.
- Solusi Jangka Panjang: Mengubah sampah dari beban menjadi sumber pendapatan daerah dan energi.
Jika Dedi Mulyadi berhasil mengoperasionalkan TPPAS Lulut Nambo dan teknologi RDF-nya, ini akan menjadi legacy besar. Ia akan membuktikan bahwa Jawa Barat di bawah kepemimpinannya mampu berinovasi dan menyelesaikan masalah kronis dengan solusi yang cerdas dan menguntungkan.
Kini, semua mata tertuju pada Dedi Mulyadi. Langkah pertama apa yang akan ia ambil? Apakah ia akan membentuk tim khusus, melakukan audit total, atau langsung turun ke Klapanunggal dengan gayanya yang khas?