Kisah Guru Honorer di Tengah Pandemi, Tetap Mengajar Demi Anak Didik

Keputusan tersebut dilakukannya, agar anak didik tetap bisa belajar meski di tengah pandemi Covid-19 yang kian mengganas.

Chandra Iswinarno
Selasa, 18 Agustus 2020 | 18:27 WIB
Kisah Guru Honorer di Tengah Pandemi, Tetap Mengajar Demi Anak Didik
Kegiatan belajar mengajar kelompok siswa SDN Tegallega, Desa Tegallega, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi. [Sumber Foto: Istimewa]

SuaraJabar.id - Pandemi Covid-19 yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir menyebabkan aktivitas pembelajaran yang dilakukan di sekolah terpaksa dihentikan sementara.

Alternatif pembelajaran jarak jauh pun menjadi pilihan pemerintah. Namun, persoalan tersebut ternyata berdampak pada siswa yang tidak memiliki telepon seluler (ponsel) pintar berbasis android.

Kenyataan tersebut seperti yang dihadapi siswa SDN Tegallega Desa Tegallega Kecamatan Cidolog Kabupaten Sukabumi. Banyak siswa yang tidak bisa belajar karena keterbatasan tersebut.

Lantaran itu, seorang guru honorer yang bertugas di sekolah tersebut akhirnya memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dengan melakukan pertemuan.

Baca Juga:Belajar Online di Tenda Wifi Gratis

Emat Muslihat, Guru Honorer yang mengajar di SDN Tegallega, secara sukarela menyambangi siswanya mulai Senin hingga Kamis.

Keputusan tersebut dilakukannya, agar anak didik tetap bisa belajar meski di tengah pandemi Covid-19 yang kian mengganas.

"Saya keliling tiap hari Senin sampai Kamis. Mulai kegiatan belajar pukul 07.15 WIB hingga pukul 12.30 WIB. Setiap kelompok kegiatan belajar selama satu jam, dengan memakai protokol kesehatan, seperti pemberian masker dan hand sanitizer, sebelum belajar," katanya kepada Sukabumiupdate.com-jaringan Suara.com pad Selasa(18/8/2020).

Emat menjelaskan, jumlah siswa di SDN Tegallega semuanya berjumlah 250 orang.

Namun yang diajarnya hanya kelas III dengan total 37 siswa.

Baca Juga:Sekolah di Sumbawa Gunakan Handy Talkie untuk Belajar Jarak Jauh

Lantaran itu, dia bersiasat untuk membagi waktu jam pelajaran menjadi empat kelompok, berdasarkan jarak yang berdekatan.

"Kadang harus mengantarkan anak-anak karena kasihan. Ada yang harus menempuh jarak 500 meter hingga tiga kilometer. Jadi selain berkunjung ke empat kelompok, juga mengantarkan anak-anak," ungkapnya.

Emat yang sudah mengabdi sejak tahun 2002 ini mengaku, aktivitasnya tersebut dianggapnya sebagai kewajiban seorang guru.

Meski saat ini, dia hanya menerima honor per bulan Rp 600 ribu, dia mengaku akan tetap semangat menjalankan kewajibannya untuk keliling mengunjungi siswa.

"Kegiatan belajar luring baru satu bulan efektifnya. Bulan kemarin juga dilakukan namun tidak setiap hari. Jadi sekarang ini tiap hari menelusuri jalan desa dan masuk gang."

Lebih lanjut, dia mengatakan, anak didiknya bukan tidak mau melakukan pembelajaran melalui sistem daring.

Namun, dia terpaksa melakukannya karena sebagian besar siswanya tidak memiliki ponsel pintar. Bahkan, untuk membeli kuota pulsa juga tidak memungkinkan.

"Bukan tidak mau sistem daring atau online, akan tetapi dari siswa 37, hanya 15 yang memiliki hp android, itupun milik orangtuanya. Belum kendala kuota," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini