Dirugikan oleh UU Cipta Kerja, Buruh Disarankan Tempuh Judicial Review

Pihaknya menilai ada narasi yang hadir di kalangan awam bahwa UU Cipta Kerja merugikan para pekerja atau buruh tidak boleh ditelan bulat-bulat.

Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 06 Oktober 2020 | 17:37 WIB
Dirugikan oleh UU Cipta Kerja, Buruh Disarankan Tempuh Judicial Review
Ribuan buruh dari 9 serikat buruh yang berasal dari sekitar 20 perusahaan menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota Bandung, Selasa (6/10/2020). [Emi La Palau/Suarajabar.id]

SuaraJabar.id - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyarankan kepada serikat buruh agar melakukan judicial review apabila merasa keberatan atas poin-poin dalam Undang-undang Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI.

(Saran kami) konsolidasi saja, ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atau MK dan saat ini kalau unjuk rasa izinnya tidak dikeluarkan oleh polisi, dan Undang-Undang sudah ditetapkan oleh DPR," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Taufik Garsadi, ketika dihubungi melalui telepon oleh wartawan di Bandung, Selasa (6/10/2020).

Selain itu, lanjut Taufik, pihaknya juga meminta kepada serikat buruh untuk melakukan konsolidasi internal dan tidak menggelar aksi mogok kerja serta unjuk rasa terkait disahkannya UU Cipta Kerja.

Ia mengatakan langkah judicial review lebih tepat dan elok dibanding melakukan mogok kerja dan unjuk rasa di lapangan yang memiliki resiko lebih besar, terlebih saat ini dalam masa pandemi Covid-19.

Baca Juga:Kronologis 18 Anggota DPR Positif Corona Habis Sahkan UU Cipta Kerja

"Jadi di Provinsi Jabar ada serikat buruh yang mengajak mogok kerja dan unjuk rasa, ada yang menolak tidak ikut. Kami bersama Disnaker di daerah menghimbau jangan mogok dan unjuk rasa karena resikonya besar," katanya.

Dia menjelaskan alasan pihaknya menghimbau buruh untuk menolak unjuk rasa dan mogok yakni pertama apakah para buruh sudah mengetahui secara detil isi UU Cipta Kerja.

Pihaknya menilai ada narasi yang hadir di kalangan awam bahwa UU Cipta Kerja merugikan para pekerja atau buruh tidak boleh ditelan bulat-bulat.

“Kalau kaata Ibu Menaker, sebetulnya tuntuntan buruh sudah masuk diakomodir ke UU walaupun kami belum menerima secara resmi. Poin seperti misalnya kerja kontrak atau outsourcing dihilangkan itu kan tidak ada,” ujarnya.

Hal yang kedua, lanjut Taufik, aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh dikhawatirkan rentan menjadi klaster penyebaran Covid-19 dan pihaknya menilai risiko ini berbahaya karena jika terjadi siapa pihak yang akan bertanggung jawab.

Baca Juga:Bicara Pertumbuhan Ekonomi, Akun Twitter Jokowi Dibombardir Simbol Alien

"Lalu yang ketiga risiko pemecatan dari perusahaan, itu bisa jadi masalah. Kasihan masyarakat, mereka yang bukan pekerja bakal terkena dampak,” katanya.

Dia memastikan Pemerintah Provinsi Jabar tidak bisa berbuat banyak menerima keluhan dan tuntutan dari buruh mengingat UU Cipta Kerja sudah disahkan oleh DPR bersama pemerintah.

"Kami tidak punya kewenangan, gubernur saja tidak mungkin menolak undang-undang sehingga ya itu tadi. Kami saran kan lakukan judicial review. Menurut kami, itu bentuk win-win solution," kata Taufik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini